Volume 1 Edisi 1, 2025
15 Agustus 2025
Motivasi dalam islam: Meniti jalan ilmu dan amal menuju ridha allah
Hazhira Qudsyi
APA YANG MENGGERAKKAN KITA?
Pernahkah kita memikirkan, apa yang membuat seseorang bertindak melakukan sesuatu? Apa yang mendorong seseorang untuk bergerak? Pastinya, ada “sesuatu” atau “hal” yang menjadi alasan seseorang bertindak dan bergerak. Dalam teori Psikologi, hal tersebut sering dikenal sebagai motivasi. Motivasi sering diartikan sebagai sesuatu yang mendorong individu untuk melakukan sesuatu, demi mencapai suatu tujuan. Contoh sederhana saja, jika seseorang merasa lapar, maka orang tersebut akan terdorong untuk mencari sesuatu yang dapat dimakan, supaya lapar yang dirasakannya menjadi hilang atau tidak muncul lagi rasa lapar. Motivasi menjadi unsur internal dalam diri manusia yang krusial, karena bayangkan saja, jika tidak ada motivasi dalam diri seseorang, maka dirinya tidak akan tergerak untuk melakukan sesuatu. Motivasi menjadi salah satu faktor yang dapat membuat seseorang bersemangat dalam mencapai tujuannya. Dapat dikatakan, motivasi adalah “mesin” pendorong manusia, dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
Menariknya lagi adalah bagaimana kemudian Abdul-Rahman (2018) memaknai motivasi sebagai akar dari pikiran, emosi, dan perilaku sadar kita. Keadaan motivasi merupakan struktur psikologis penting yang diproyeksikan ke dunia oleh pikiran, dan akan mengarahkan kita pada apa yang dirindukan hati kita. Keadaan ini menyediakan dasar bagi pengalaman kebahagiaan dan kegembiraan, serta kecemasan dan kesedihan. Keadaan ini sangat memengaruhi penilaian dan keyakinan kita tentang dunia (Abdul-Rahman, 2018).
MOTIVASI DALAM KACAMATA ISLAM: LEBIH DARI SEKEDAR DORONGAN
Dalam Islam, motivasi memiliki makna yang lebih mendalam. Bukan sekedar sebagai mesin pendorong dalam melakukan tindakan semata, tapi jauh lebih luas dari itu. Seringkali, motivasi dimaknai juga sebagai niat, yang dimaksudkan sebagai kesadaran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan disertai dengan harapan memperoleh keridhaan Allah SWT (Rahyani & Ramli, 2024). Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ
“Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istikamah), melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar).” (Q.S. Al Bayyinah: 5).
Ayat ini menegaskan bahwa Allah hanya memerintahkan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Perintah tersebut diberikan demi kebaikan mereka, baik dalam urusan dunia maupun agama, agar mereka meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Manusia juga diperintahkan untuk beribadah kepada Allah dengan tulus, lahir maupun batin, serta mensucikan amal perbuatan dari segala bentuk kesyirikan (quran.nu.or.id, 2025). Ayat tersebut menunjukkan kepada kita, bagaimana kemudian niat (motivasi) dalam beribadah itu semata-mata hanya untuk menyembah Allah, dan bukan untuk yang lain. Inilah yang seyogyanya menjadi pendorong utama seseorang dalam beribadah. Dari sini kita dapat memahami bahwa motivasi dalam Islam bukan sekedar bagaimana seseorang terdorong untuk bergerak dan bertindak, namun jauh melebihi itu, yakni untuk apa dan siapa dia melakukan itu?
NIAT SEBAGAI FONDASI MOTIVASI
Dalam hadits Al-Arbain An-Nawawiyah nomor pertama (Tuasikal, 2017), disebutkan tentang bagaimana setiap amalan manusia itu tergantung pada niatnya. Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu’anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]
Dari sini dapat kita lihat, bahwa motivasi dalam perspektif Islam tidak sekedar bicara bagaimana manusia terdorong untuk bergerak mencapai tujuan, namun diawali dengan bagaimana niat awalnya seperti apa. Rahyani dan Ramli (2024) menyimpulkan, bahwa motivasi dalam perspektif Islam mencakup dimensi spiritual yang sangat kuat, berbeda dengan motivasi dalam perspektif psikologis yang umumnya berfokus pada pemenuhan kebutuhan duniawi belaka.
IMAN DAN IBADAH: SUMBER UTAMA MOTIVASI
Peran iman sebagai konsep dasar sekaligus sumber yang memberikan energi semua bentuk motivasi. Iman itulah yang akan menginisiasi, mempertahankan, menyeleksi perilaku, dan membersihkannya dari tindak keburukan. Ibadah sebagai sumber utama motivasi. Karena kita ingat lagi, bahwa pada dasarnya tujuan utama manusia di dunia ini adalah untuk menyembah Allah yang telah menciptakan manusia, seperti yang tertera pada Surat Adz-Dzariyat ayat 56 berikut:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 56).
MOTIVASI DALAM MENUNTUT ILMU
Dalam pandangan Islam, motivasi tidak hanya berfokus pada tujuan duniawi, namun juga berkaitan dengan tujuan akhirat. Dalam Al-Qur’an, motivasi untuk berbuat baik dan meraih keridaan Allah merupakan motivasi inti yang seharusnya mendasari perilaku seorang Muslim (Rahyani & Ramli, 2024). Usaha manusia untuk mengabdi kepada Allah pada segala aspek kehidupan itu akan mendorongnya dalam bertindak. Termasuk dalam aspek pendidikan dan pembelajaran, motivasi utama manusia seyogyanya adalah untuk beribadah. Dalam konteks Islam, dorongan belajar bukan hanya perkara semangat mengerjakan aktivitas akademik. Lebih dari itu adalah diarahkan agar melampaui semua motivasi yang ada, yaitu bagaimana agar mendapatkan keridaan Allah sebagai pencipta manusia. Motivasi dalam belajar, menuntut ilmu, tidak seharusnya ditujukan karena alasan material, tetapi karena memang atas kesadaran adanya perintah Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana firman Allah,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ – ١١
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al Mujadalah: 11).
MOTIVASI BERPRESTASI: ANTARA DUNIA DAN AKHIRAT
Tidak hanya dalam belajar, Islam juga sangat merekomendasikan seseorang untuk memiliki motivasi berprestasi. Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi cenderung penuh semangat dan memiliki ambisi besar, berusaha menyelesaikan setiap tugas yang diterimanya secara optimal, belajar dengan cepat, serta meraih prestasi dalam bidang yang dikuasainya. Seperti yang disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Jumu’ah: 10 dan surat Al-Insyirah: 5-8 berikut ini:
فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Apabila salat (Jumat) telah dilaksanakan, bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (Q.S. Al-Jumu’ah: 10).
فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۙ
“Maka, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.”
اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ
“Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.”
فَاِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْۙ
“Apabila engkau telah selesai (dengan suatu kebajikan), teruslah bekerja keras (untuk kebajikan yang lain).”
وَاِلٰى رَبِّكَ فَارْغَبْ
“dan hanya kepada Tuhanmu berharaplah!”
(Q.S. Al-Insyirah: 5-8)
Motivasi berprestasi akan memungkinkan seseorang memberdayakan dirinya sendiri untuk mencapai kinerja terbaik. Dan mencapai hasil terbaik dapat termasuk sebagai bentuk ibadah (Sudarti & Fachrunnisa, 2024). Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an, Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
“Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Al-Qashash: 77).
Islam menganjurkan umatnya untuk berusaha sebaik mungkin, namun setelah itu, kita diminta untuk menyerahkan seluruh hasilnya kepada Allah. Motivasi berprestasi dalam Islam mengarahkan segala upaya yang kita kerahkan sebagai bentuk ibadah yang mendorong pengabdian kepada Allah subhanahu wata’ala, bukan sekedar bergantung pada keinginan pribadi semata. Jika kita tidak meniatkan aktivitas kita untuk ibadah, maka kita hanya akan mengukur keberhasilannya berdasarkan penilaian diri sendiri dan orang lain, alih-alih penilaian Allah (Sudarti & Fachrunnisa, 2024). Seorang Muslim seyogyanya selalu berusaha memberikan yang terbaik dengan memanfaatkan sumberdaya seefisien mungkin, karena tahu sumber daya yang dimiliki terbatas, tidak melakukan israf (perilaku boros), dan tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama (Sudarti, Ayuni, & Wasitowati, 2021).
Seorang Muslim dianjurkan untuk melakukan pembelajaran sepanjang hayat, terus melakukan kegiatan untuk meningkatkan kinerja (prestasi) melalui langkah-langkah yang sistematis dan berkelanjutan (Sudarti, Ayuni, & Wasitowati, 2021). Individu dengan semangat perbaikan berkelanjutan percaya bahwa Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum jika kaum tersebut tidak berusaha mengubah apa yang ada dalam diri mereka (Q.S. Ar-Ra’d: 11). Semangat berprestasi ini dapat memungkinkan seseorang untuk memperbaiki diri, dan Islam mengajarkan untuk terus memperbaiki diri dengan semangat berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat) (Q.S. Al-Baqarah: 148).
KOLABORASI, BUKAN HANYA KOMPETISI
Motivasi berprestasi seharusnya tidak hanya menekankan pada pencapaian individu saja, tidak hanya untuk memberdayakan diri sendiri, namun juga perlu ada semangat untuk memberdayakan orang lain. Semangat berprestasi disini sifatnya tidak lagi sekedar individual, namun kolegial. Jika motivasi berprestasi konvensional (Barat) lebih banyak mengandung unsur kompetisi atau persaingan, sementara dalam Islam, orang lain lebih dianggap sebagai kolaborator (Sudarti & Fachrunnisa, 2024). Sebagaimana firman Allah,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَاۤىِٕدَ وَلَآ اٰۤمِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًاۗ وَاِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوْاۗ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اَنْ تَعْتَدُوْۘا وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian) Allah, jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qalā’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula mengganggu) para pengunjung Baitulharam sedangkan mereka mencari karunia dan rida Tuhannya! Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram), berburulah (jika mau). Janganlah sekali-kali kebencian(-mu) kepada suatu kaum, karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.” (Q.S. Al-Maidah: 2).
PRESTASI YANG MEMBAWA MANFAAT
Pada akhirnya, motivasi berprestasi seseorang dimaksudkan bukan sekedar untuk kepentingan pribadi semata, namun juga untuk kepentingan yang lebih luas. Prestasi yang dicapai oleh seseorang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dan kemajuan manusia, sebagaimana ciri orang bertaqwa yang ditulis dalam Al-Qur’an adalah yang banyak memberikan manfaat kepada orang lain.
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَۛ فِيْهِۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan di dalamnya; (ia merupakan) petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa,”
الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَۙ
“(yaitu) orang-orang yang beriman pada yang gaib, menegakkan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka,”
وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ
“dan mereka yang beriman pada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Nabi Muhammad) dan (kitab-kitab suci) yang telah diturunkan sebelum engkau dan mereka yakin akan adanya akhirat.”
(Q.S. Al-Baqarah: 2-4)
PENUTUP: MOTIVASI YANG DIRIDHAI ALLAH
Motivasi seorang Muslim seharusnya tidak berhenti pada pencapaian pribadi semata, melainkan diarahkan untuk kemaslahatan umat dan keridaan Allah. Setiap langkah, usaha, dan prestasi yang kita raih hendaknya dilandasi niat tulus lillahi ta’ala, agar setiap tetes keringat menjadi amal yang dicatat di sisi-Nya. Allah telah mengingatkan kita, “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya)” (Q.S. Az-Zalzalah: 7). Maka, marilah kita menjadikan ilmu, karya, dan prestasi sebagai jalan pengabdian kepada Allah, serta sarana menebar manfaat bagi sesama. Semoga Allah senantiasa meneguhkan hati kita untuk beramal dengan niat yang lurus, menguatkan langkah kita di jalan kebaikan, dan menutup umur kita dengan husnul khatimah. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.
Bibliography
Abdul-Rahman, Z. (2018, February 26). The Power of Motivation. Retrieved from yaqeeninstitute.org: https://yaqeeninstitute.org/read/paper/the-power-of-motivation
quran.nu.or.id. (2025, 08 05). Al-Bayyinah Ayat 5. Retrieved from quran.nu.or.id: https://quran.nu.or.id/al-bayyinah/5
Rahyani, A., & Ramli, M. (2024). Motivation through Islamic and psychological lenses: Alignments and contrasts. Journal of Research, Review, and Educational Innovation, 2, 132-146.
Sudarti, K., & Fachrunnisa, O. (2024). Achievement motivation in Islamic management practices: Developing a scale and validation. International Journal of Economics, Management, and Accounting, 32(1), 29-49.
Sudarti, K., Ayuni, S., & Wasitowati, W. (2021). Need for achievement theory: An Islamic lens of review. Proceedings of the 37th International Business Information Management Association (IBIMA) (pp. 9071-9074). Cordoba: International Business Information Management Association (IBIMA).
Tuasikal, M. A. (2017, August 25). Hadits Arbain #01: Setiap Amalan Tergantung pada Niat. Retrieved from rumaysho.com: https://rumaysho.com/16311-hadits-arbain-01-setiap-amalan-tergantung-pada-niat.html