Volume 1 Edisi 2, 2025
20 Oktober 2025
Bekerja tanpa takut: Sikap muslim menghadapi bullying di Kantor
Ike Agustina
Dosen Fakultas Psikologi, Universitas Islam Indonesia
Fenomena bullying di tempat kerja bukan hal baru, meskipun berita-berita yang muncul di sosial media terkait ini tidak sebanyak kasus bullying di sekolah, dan bentuknya pun bermacam-macam. Ada perilaku bullying yang dilakukan terang-terangan dengan cara memaki lewat kata-kata kasar, ada yang halus tapi terasa menusuk lewat sikap mengucilkan atau mengabaikan, ada juga yang dilakukan dengan cara mempergunjingkan seseorang di belakang karena ingin melakukan pembunuhan karakter. Kadang yang paling menyakitkan justru datang dari orang yang berjabatan lebih tinggi dan memanfaatkan posisinya untuk menekan bawahannya, misalnya sengaja menahan atau menunda pembayaran honorarium tertentu hanya karena perasaan tidak suka kepada bawahannya padahal itu adalah hak atas kerja yang sudah dilakukan. Akibatnya, korban merasa tertekan, dipenuhi perasaan cemas, kehilangan semangat bekerja, dan takut untuk berangkat ke kantor. Ada yang karena merasa tidak kuat menanggung beban atas situasi ini, akhirnya memilih pergi demi alasan menjaga kewarasan jiwanya padahal sebenarnya ia mencintai pekerjaannya.
Dalam pandangan Islam, bekerja itu bukan sekadar mencari nafkah. Pekerjaan adalah bagian dari ibadah, sarana untuk memberi manfaat, dan ladang amal untuk melakukan sebanyak-banyaknya kebaikan. Karena itu, menjaga akhlak agar tetap baik dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat bagi sesama adalah kewajiban bagi setiap muslim yang bekerja. Sayangnya, dalam realitas di kehidupan nyata, kita masih sering mendengar atau melihat sendiri perilaku yang tidak pantas atau zalim di tempat kerja.
Islam jelas dan tegas melarang setiap perbuatan yang menyakiti orang lain seperti bullying. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan julukan-julukan yang buruk” (QS. Al-Hujurat ayat 11). Rasulullah juga bersabda: “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Ia tidak menzhaliminya dan tidak menyerahkannya (kepada kezaliman)” (HR. Muslim).
Jadi sudah sangatlah jelas bahwa merendahkan, menyakiti, melecehkan harga diri atau membiarkan seseorang dalam kezaliman itu dilarang. Tempat kerja yang sesuai nilai Islam adalah tempat kerja di mana semua orang dihormati dan diperlakukan dengan baik dan adil.
Namun, tentu sangatlah sulit untuk bisa mengatur perilaku semua orang dan memastikan semua orang akan bersikap baik. Sebagai individu, yang bisa kita lakukan adalah mengatur diri kita sendiri agar terus bersikap dan bertindak baik, menjaga setiap reaksi yang kita lakukan, dan mengambil langkah yang sesuai tuntunan agama.
Dalam konteks ketika seseorang menjadi korban bullying, tentu situasi ini secara psikologis sangat memang menguras energi. Tapi Islam mengajarkan kepada kita tentang perlunya melakukan kesabaran yang aktif, bukan sabar yang pasrah tanpa usaha apapun. Allah berfirman di dalam QS. Ali Imran ayat 200: “Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”. Kesabaran seperti ini artinya kita tetap menjaga kendali emosi dengan sebaik-baiknya, tidak langsung terpancing amarah, sambil terus memikirkan langkah terbaik. Kadang, kalau kita bereaksi terburu-buru atas situasi sulit yang kita alami, justru posisi kita yang menjadi semakin sulit bahkan terjepit. Sabar itu bukan berarti diam, tapi kesungguhan untuk mengatur diri agar langkah kita terukur dan tidak melanggar pedoman yang telah dituntunkan oleh agama.
Hal pertama yang wajib dilakukan oleh seorang muslim ketika mengalami bullying di tempat kerja adalah memastikan kebenaran informasi atau situasinya. Dalam Islam, ini disebut tabayyun. Dalam QS. Al-Hujurat ayat 6, Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. Ayat ini secara terang memberikan pedoman kepada kita bahwa sebelum kita mengambil tindakan, pastikan apa yang kita alami memang bullying, bukan karena kita yang terlalu baper atau sekadar kesalahpahaman atau perbedaan gaya komunikasi. Setelah kita yakin bahwa itu memang bullying maka barulah kita melangkah. Misalnya, pastikan untuk menyimpan bukti, catat waktu dan detail kejadian. Kalau ada saksi yang mengetahui, mintalah kesediaannya untuk mengonfirmasi. Kemudian, sampaikanlah masalah bullying yang terjadi tersebut dengan bahasa yang baik kepada atasan atau bagian HR di kantor, dilengkapi bukti-bukti yang memadai. Rasulullah telah mewasiatkan dalam HR. Muslim: “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman”.
Hadis di atas mengajarkan bahwa kita harus berusaha memperbaiki keadaan sesuai kemampuan kita. Kalau bisa menghentikan langsung, lakukan dengan cara yang baik. Kalau ternyata karena kondisi tertentu kita tidak bisa melakukannya maka melaporlah kepada pihak yang memang berwenang mengetahui atau menangani perkara ini di kantor. Kalau pun itu belum bisa, setidaknya di hati kita menolak dan tidak membenarkan terjadinya perilaku bullying tersebut.
Ada orang yang mengira sabar itu berarti membiarkan orang lain berbuat zalim kepada kita. Padahal, tidak! Islam justru mengajarkan untuk menolak kezaliman, tapi tentu saja harus dengan cara-cara yang benar. Pedoman atas ini telah Allah firmankan di dalam QS. An-Nahl ayat 126: “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang yang sabar”.
Sebagai manusia, adalah hal yang wajar jika kita menerima perlakuan semena-mena dari orang lain lalu muncul keinginan untuk membalasnya secara setimpal. Sebetulnya, membalas secara setimpal itu boleh saja tapi Islam mengajarkan bahwa kesabaran tetap lebih utama untuk dipilih jika itu membawa kebaikan dan menghindarkan kerusakan yang lebih besar. Dalam konteks kerja, hal ini bisa berarti bahwa melapor kepada atasan atau pihak HR, meminta dilakukannya mediasi, atau kalau semua jalan buntu, maka pindahlah ke lingkungan yang lebih sehat.
Selain langkah-langkah praktis di atas, kekuatan doa tidak bisa diremehkan. Rasulullah mengajarkan doa: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hati yang tidak khusyuk, doa yang tidak didengar, jiwa yang tidak puas, dan ilmu yang tidak bermanfaat. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan makhluk-Mu” (HR. Abu Dawud). Doa seperti ini bisa kita baca setiap hari untuk memohon perlindungan kepada Allah dari segala keburukan orang lain. Lingkungan pertemanan yang baik juga penting. Memiliki teman yang amanah dan bisa dipercaya untuk berbagi cerita bisa jadi akan membantu kita tetap kuat dan tegar saat menghadapi musibah menjadi korban bullying karena timbulnya perasaan didukung secara sosial.
Mengatasi bullying tentu bukan hanya tugas korban. Pada sisi yang lain, perusahaan seharusnya memiliki aturan jelas tentang larangan bullying dan mekanisme pelaporan yang aman, termasuk penindakan tegas kepada setiap pelaku bullying agar memberikan efek jera kepada pelaku dan sebagai peringatan bagi yang lainnya. Saat ini, sudah cukup banyak perusahaan yang memiliki kesadaran dan praktik baik tentang bagaimana menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat, yang terbebas dari dari segala bentuk bullying. Semoga para pimpinan perusahaan dan organisasi lainnya yang belum memiliki kebijakan semacam ini dapat segera tergerak untuk melakukannya sehingga setiap orang di tempat kerja dapat bekerja dengan lebih tenang dan nyaman.
Ingatlah bahwa setiap diri akan dimintai pertanggungjawaban atas apa-apa yang telah diperbuatnya. Pelaku bullying tentu akan mendapatkan ganjaran tertentu dari Allah atas kezaliman yang dilakukannya kepada orang lain, pimpinan di kantor juga harus bertindak bijak melindungi korban dan tegas terhadap pelaku bullying, dan korban pun dianjurkan agar mampu bersabar sebagai bentuk ketaatannya kepada Allah Swt.
Sekali lagi, tempat kerja bukan hanya ladang mencari rezeki, tetapi juga ladang untuk menanam amal kebaikan. Dengan melindungi yang lemah, menolak kezaliman, dan menebarkan akhlak mulia, kita bukan hanya memperbaiki dunia kerja, tapi juga mempersiapkan bekal bagi akhirat kita.
Semoga Allah melindungi kita dari segala bentuk kezaliman, memberi kekuatan untuk bersabar, dan menunjukkan jalan keluar terbaik dari setiap kesulitan. Aamiin.
Allahu’alam bish-shawab.


