Dosen Psikologi UII Bedah Isu Mental dan Hukum

Para peserta sangat antusias dan fokus dalam menyimak pemaparan para dosen pemateri. foto: Najwa Defiandra S

Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia (UII) sukses menggelar Seminar Diseminasi Karya Dosen. Acara akademik ini bertempat di Auditorium Dr. Soekiman Wirjosandjojo Lantai 3, Jumat (5/12/2025).

Tiga dosen pakar hadir membedah isu krusial mulai dari kesehatan mental remaja hingga psikologi forensik. Diskusi mendalam ini menyoroti peran vital keluarga dan ahli profesi dalam menyelesaikan masalah sosial.

Muhammad Novvaliant Filsuf Tasaufi membuka sesi dengan materi tentang fenomena “kematian dalam diri”. Ia menjelaskan kondisi remaja yang fisik hidup namun batinnya kosong tanpa tujuan.

Novvaliant menekankan bahwa keluarga sering menjadi “pedang bermata dua” bagi kondisi psikologis anak. Rumah bisa menjadi pemicu keinginan bunuh diri sekaligus menjadi benteng pertahanan terbaik.

Orang tua didorong untuk memberikan cinta tanpa syarat dan validasi emosi kepada anak-anak mereka. Kehadiran fisik dan emosional orang tua terbukti efektif mencegah keputusasaan pada remaja.

Sesi kedua diisi oleh Uly Gusniarti yang memaparkan riset tentang kesejahteraan siswa di sekolah. Temuannya

Dosen Fakultas Psikologi UII, Muhammad Novvaliant Filsuf Tasaufi, S.Psi., M.Psi., Psikolog, tengah memaparkan materi mengenai peran krusial keluarga dalam mencegah bunuh diri remaja. foto: Najwa Defiandra S

menunjukkan dukungan keluarga berdampak lebih besar pada kesejahteraan anak dibanding teman sebaya.

Uly turut membahas solusi pengasuhan bagi anak korban perceraian yang kehilangan figur orang tua. Pengasuhan oleh kerabat dekat atau extended family dapat menjadi alternatif perlindungan yang aman.

Retno Kumolohadi melengkapi seminar dengan ulasan peran strategis psikologi dalam penegakan hukum di Indonesia. Psikolog forensik bertugas membantu hakim memahami kondisi mental terdakwa maupun korban secara objektif.

Peserta antusias mendiskusikan fenomena malingering atau pura-pura sakit jiwa demi lolos dari jerat hukum. Retno menegaskan bahwa asesmen psikologis berlapis mampu mendeteksi kebohongan tersebut secara akurat.

Seminar ini juga menyinggung penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga dan pencemaran nama baik. Psikolog harus siap menjadi saksi ahli yang memberikan keterangan berbasis data ilmiah di pengadilan.

Acara ditutup dengan sesi tanya jawab interaktif antara pemateri dan puluhan peserta yang hadir. Kegiatan ini diharapkan memperkuat kompetensi akademis civitas akademika dalam merespons isu terkini. (yp)