Volume 1 Edisi 1, 2025
15 Agustus 2025
Pendidikan Aklak Mulia
Irwan Nuryana Kurniawan
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ الْحَمْدُ لله حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ
Segala puji hanya milik Allah yang dengan segala nikmatnya segala kebaikan menjadi sempurna. Segala puji bagi Allah, pujian yang banyak, lagi baik, dan penuh keberkahan.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى (إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى) آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ (فِي رِوَايَةٍ: وَ بَارِكْ) عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى (إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى) آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Ya, Allah. Berilah (yakni, tambahkanlah) shalawat (sanjungan) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya, Allah. Berilah berkah (tambahan kebaikan) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia.
Pengantar: Mengapa Pendidikan Akhlak Mulia?
Alhamdulillah, ada banyak argumentasi yang bisa kita ajukan untuk menjawab pertanyaan, ‘Mengapa Pendidikan Akhlak Mulia?’. Tentu saja, alasan utamanya adalah karena kita seorang Muslim, beragama Islam. Sebagai Muslim kita wajib memilih Pendidikan Akhlak Mulia sebagai konsekuensi logis syariah ke-Islam-an kita karena Islam itu sendiri adalah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Ta’ala dengan mengesakan-Nya dan melaksanakan syariat-Nya dengan penuh ketaatan dan melepaskan diri dari kesyirikan serta dari para pelakunya (At-Tuwaijiri, 2015; Al-Utsaimin, 2014). Artinya sebagai seorang Muslim kita dituntut untuk menyerahkan seluruh jiwa kita dan seluruh urusan kehidupan kita, baik yang kecil maupun yang besar, hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Memilih Pendidikan Akhlak Mulia karena Allah Ta’ala berarti Insya Allah kita sedang memilih sistem pendidikan yang berlandaskan pada nilai-nilai akhlak yang ada di dalam Al-Quran dan diterangkan oleh As-Sunnah, sehingga lebih logis dan lebih besar kemungkinannya untuk mengharapkan anak-anak kita menjadi pribadi-pribadi yang mampu menjalani hidup dan kehidupan berdasarkan manhaj dan sistem yang digariskan Allah Ta’ala untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.
Memilih Pendidikan Akhlak Mulia karena Allah Subhanahu wa Ta’ala semata dapat menjadi salah satu bukti otentik, nyata untuk komitmen Ke-Islam-an kita karena sebagai Muslim kita dituntut Allah Ta’ala untuk melakukan penyerahan diri secara total, sehingga tidak ada lagi sikap, ekspresi, perasaan, niat, amal, keinginan, ketakutan kita yang tidak tunduk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak rela menerima ketetapan dan qadha-Nya. Penyerahan diri yang diliputi dengan ketaatan dan ridha kepada Dzat yang mengarahkan langkah-langkah kita dan percaya bahwa Allah Ta’ala senantiasa sangat menginginkan kebaikan dan petunjuk bagi kita. Memilih Pendidikan Akhlak Mulia karena Allah Ta’ala berarti insya Allah kita sedang mengupayakan dengan sungguh-sungguh salah satu urusan diri kita (baca: urusan pendidikan) untuk konsisten, selaras, dengan seruan-Nya yang memerintahkan seluruh hamba-hamba-Nya yang beriman untuk masuk Islam secara sempurna, menerima syariat-syariat dan hukum-hukum Islam secara kaffah (keseluruhan dan sempurna), dengan tidak memilih-milih di antara syariat-syariat dan hukum-hukumnya—Jangan sampai kita menjadi Muslim yang menerima dan kerjakan apa yang sesuai dengan kepentingan dan hawa nafsunya, sedangkan kita menolak dan meninggalkan yang tidak cocok dengan kepentingan dan hawa nafsu kita.
Sebagai Muslim yang beriman, menurut Al-Jazairi (2016), kita semua diperintahkan Allah Ta’ala untuk mengerjakan seluruh cabang-cabang iman dan syariat-syariat Islam sepanjang mampu dan sanggup untuk melakukannya. Sebagai satu-satunya agama yang sempurna dan diridhai-Nya, yang dijamin Allah Ta’ala akan mampu mewujudkan kebahagiaan manusia di kehidupan dunia dan masuk surga di akhirat, Islam dilengkapi aturan (sunnah) yang tidak berubah kecuali atas perintah Allah Ta’’ala dan harus dipatuhi oleh setiap makhluk-Nya, termasuk di dalamnya adalah manusia. Islam mengatur hubungan antara manusia dan Rabbnya, mengatur hubungan antara manusia dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mengatur aktivitas manusia yang berkaitan dengan harta, dan mengatur hubungan dengan sesama manusia, termasuk mengatur kehidupan suami-istri, cara mendidik anak, menjaga keluarga dari keretakan, mengatur hubungan interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam kondisi senang maupun susah, kecukupan maupun kekurangan, sehat maupun sakit, aman maupun takut, dalam keadaan safar maupun muqim (menetap).
Islam, menurut At-Tuwaijiri (2015) mengatur kehidupan manusia di akhirat berdasarkan pada kehidupannya di dunia: Orang yang datang dengan membawa iman dan amal saleh niscaya akan masuk surga, berbahagia melihat Rabbnya, menikmati segala yang ada di surga dan kekal di dalamnya. Sebaliknya, orang yang datang dengan membawa kekufuran dan kemaksiatan niscaya akan masuk neraka, bagi orang kafir akan kekal di dalamnya, dan orang yang bermaksiat disiksa sesuai kadar dosanya atau Allah Ta’ala mengampuninya. Islam mengatur seluruh hubungan antar sesama manusia di atas fondasi yang kokoh yaitu cinta dan marah karena Allah Ta’ala. Islam melarang setiap kejahatan, kerusakan, kezhaliman, dan perilaku melampaui batas seperti syirik, membunuh tanpa hak, zina, dusta, sombong, munafik, mencuri, menggunjing, memakan harta orang lain dengan cara batil, riba, sihir, riya, dan lainnya. Islam mengajak kepada berakhlak mulia dan kepada sifat-sifat yang indah seperti dermawan, pemurah, malu, menjaga harga diri, jujur, berbakti, adil, berbuat baik, sayang, dan lainnya.
Akhlak mulia menjadi sangat penting dan mendesak untuk sungguh-sungguh segera diimplementasikan dalam dunia pendidikan kita karena kita dihadapkan pada realitas kehidupan dunia yang didominasi oleh krisis nilai-nilai akhlak yang sangat memprihatinkan, ketidakjelasan dan kekacauan dalam nilai-nilai akhlak. Mahmud (2004) menyebutkan maraknya seks bebas, perzinahan, aborsi, homoseksual, AIDS, narkotika, kriminalitas, sekularisme, atheisme sebagai contoh bentuk-bentuk kerusakan nilai-nilai akhlak. Kita perlu memaksimalkan segala upaya demi mengembalikan umat kepada fitrah akhlak Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang ditegaskan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmannya sebagai, وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berakhlak mulia” (QS Al-Qalam [68]: 4).
Islam membawa misi dakwah yang menjunjung akhlak mulia dan berbasis akhlak mulia. Sisi moral benar-benar berada di barisan terdepan dalam agama, dan bahkan akhlak mulia adalah Islam itu sendiri—Abdullah At-Tuwaijiri (2014) menegaskan agama itu seluruhnya akhlak yaitu mengerahkan yang baik, menahan gangguan, dan menanggung gangguan; melakukan perbuatan yang baik, menjauhi perbuatan yang buruk, melepaskan diri dari perbuatan keji, dan berhias dengan amalan yang utama. Barangsiapa yang menambah akhlaknya maka akan bertambah kebaikan agamanya. Akhlak mulia dalam Islam sumbernya adalah agama, bersifat ketuhanan, dan seluruhnya bersandarkan kepada syariat. Tujuan dari akhlak mulia bersifat ketuhanan dan dengan akhlak Islam seorang Muslim hanya mengharap Wajah Allah dan ridha-Nya semata. Betapun seseorang berusaha memiliki akhlak mulia, akan menjadi sebuah bentuk (hanya sekedar penampilan luarnya saja) tanpa ruh selama pemiliknya tidak menginginkan Wajah Allah Ta’ala dan dan ridha-Nya. Betapapun ‘bagus’ akhlak orang kafir, maka tidak ada pahala baginya karena akhlak mereka tidak tulus karena Allah Ta’ala tapi lebih karena satu atau lebih kemanfaatan duniawi.
Selain alasan syariyyah di atas, pendidikan akhlak mulia memiliki landasan konstitusional yang sangat kuat pada Pasal 1 ayat 1 UU Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 yang menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, AKHLAK MULIA, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” dan Pasal 1 ayat 2 UU Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 menyatakan bahwa “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.”
Itu artinya akhlak mulia—bukan karakter—secara tegas dan eksplisit dinyatakan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional. Konsekuensi logis dari hal ini adalah akhlak mulia harus menjadi salah satu ukuran keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan nasional. Kita tidak bisa lagi mengatakan bahwa pendidikan nasional dikatakan sukses jika ukurannya hanya persentase kelulusan siswa dalam Ujian Nasional—itu pun dengan sejumlah catatan tentang integritas implementasi Ujian Nasional. Bagaimana dengan ukuran kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, AKHLAK MULIA, dan keterampilan?
Itu artinya usaha-usaha sadar dan terencana berbasis Al Qur’an dan Al Hadis untuk mengantar peserta didik memiliki ketakwaan, pengendalian diri, dan akhlak mulia secara tegas dan eksplisit dijamin oleh Undang-Undang sebagai bagian dari pendidikan nasional. Bukan pendidikan karakter yang dalam tataran konseptual saja masih bermasalah—disebut Leming (Molnar, 1997) sebagai kelemahan utama pendidikan karakter. Bagaimana bisa kita mempercayakan kesuksesan dunia dan akhirat anak-anak pada pendidikan yang konsep dasarnya masih diperdebatkan? Ukuran-ukuran universal yang mengilustrasikan praktek-praktek karakter yang baik masih dipertanyakan?
Pendidikan karakter disebut Molnar (1997) sebagai pendekatan kontroversial karena lebih sering menekankan pada“memperkuat perilaku yang baik dan mencela perilaku yang buruk“ daripada mendapatkan pemahaman yang menyeluruh tentang apa yang membuat seorang siswa bisa menjadi manusia yang baik dan warga masyarakat yang bertanggung jawab. Diperlukan pendidikan karakter yang lebih dari itu. Pendidikan karakter yang berlandaskan pada pemahaman bagaimana perkembangan sosial dan karakter anak usia sekolah dasar berlangsung, bagaimana perkembangan tersebut bisa dipengaruhi, dan jenis praktek apa dalam kelas dan sekolah yang bisa dilakukan untuk menghasilkan dampak yang dikehendaki.
Temuan berikut mungkin bisa jadi masukan berharga terkait penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar. Departemen Pendidikan Amerika Serikat bersama dengan National Center for Education Research, Institute of Education Sciences, dan Centers for Disease Control and Prevention pada bulan Oktober 2010 menerbitkan sebuah laporan hasil penelitian yang berjudul “Efficacy of Schoolwide Programs to Promote Social and Character Development and Reduce Problem Behavior in Elementary School Children.” Penelitian longitudinal ini (dimulai Musim Gugur 2004 berakhir Musim Semi 2007) dilakukan oleh Konsorsium Penelitian Pengembangan Karakter dan Sosial dan melibatkan 6600 siswa kelas 3 SD di awal studi dan berjumlah 6200 siswa di akhir studi saat mereka kelas 5 SD.
Penelitian tersebut bertujuan mengevaluasi 7 program pengembangan karakter dan sosial berbasis sekolah yang bersifat universal dan dirancang untuk membantu sekolah mengembangkan perilaku positif siswa (misalnya perilaku yang menggambarkan karakter baik dan kompetensi sosial-emosional), mengurangi perilaku negatif siswa (misalnya agresi), dan tujuan akhirnya memperbaiki prestasi akademik siswa sekolah dasar. Hasilnya adalah tidak ditemukan bukti bahwa ke-7 program mampu memperbaiki kompetensi sosial dan perkembangan karakter siswa sekolah dasar.
Ada dua pelajaran penting yang bisa diambil dari ketidakberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter tersebut. Pertama, kegagalan dalam merumuskan konsep dan rancangan program. Sebagai sebuah program pilihan yang diyakini terbaik dalam meningkatkan kualitas lulusan, pendidikan karakter sudah semestinya matang dalam tataran konsep dan desain. Kelemahan utama pendidikan karakter, sebagaimana disampaikan Leming (Molnar, 1997) memang terletak pada tataran konseptual: tidak ada dasar riset-teoritis dan kesepakatan umum tentang apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan karakter, ukuran-ukuran universal yang mengilustrasikan praktek-praktek karakter yang baik.
Kedua, lemahnya pelaksanaan program. Kelemahan pelaksanaan program mengacu pada kemungkinan bahwa meskipun program mungkin saja sudah dirumuskan dan dirancang dengan baik, sekolah-sekolah yang diberikan program tersebut rata-rata tidak menerapkan latihan-latihan secara efektif. Lemahnya dalam tahap pelaksanaan berakibat program tidak berdampak positif terhadap siswa. Penilaian terhadap integritas program—sejauh mana sebuah program diimplementasikan tepat sesuai dengan detail menurut rancangan program—terhadap ketujuh program tersebut menemukan sedikit bukti adanya hubungan antara tingginya integritas intervensi dengan tingginya dampak menguntungkan yang dialami siswa.
Secara konseptual akhlak mulia lebih komprehensif daripada karakter. Al Mishri (2009) dalam bukunya Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW menjelaskan bahwa akhlak mulia mencakup berakhlak mulia terhadap Allah SWT, berakhlak mulia terhadap Rasulullah SAW, berakhlak mulia terhadap Kitab Suci, berakhlak mulia terhadap para malaikat, dan berakhlak mulia terhadap seluruh manusia. Cakupan tersebut didasarkan pada firman Allah SWT, “
لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةِوَٱلْكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۦنَ وَءَاتَى ٱلْمَالَ عَلَىٰحُبِّهِۦ ذَوِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينَوَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِى ٱلرِّقَابِوَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلْمُوفُونَبِعَهْدِهِمْ إِذَا عَٰهَدُوا۟ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِى ٱلْبَأْسَآءِوَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلْبَأْسِ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَصَدَقُوا۟ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُتَّقُونَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS Al Baqarah (2): 177)
dan sabda Rasulullah Muhammad SAW,”
“Kebajikan adalah akhlak mulia”
Jadi, akhlak mulia tidak hanya menyentuh sisi manusiawi sebagaimana yang ditekankan pada pendidikan karakter, tapi juga berdimensi rabbani karena setiap detik kehidupan manusia harus berkhidmat kepada Allah SWT melalui interaksinya dengan makhluk-Nya. Seluruh bentuk ibadah dan pendekatan diri sang hamba kepada Tuhan-Nya berkaitan erat dan diselimuti dengan akhlak mulia tertentu.
Referensi
Al-Jazairi, A. B. J. (2016). Tafsir Al-Quran Al-Aisar (Terjemah). Jakarta: Darus Sunnah
Al-Mishri, M. (2009). Ensiklopedia akhlak Rasulullah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
At-Tuwaijiri, M. I. (2014). Ensiklopedi manajemen hati: Fikih akhlak-fikih hati-fikih ketaatan dan kemaksiatan (Jilid 3) (Terjemah). Jakarta: Darus Sunnah
Al-Ustaimin, M. S. (2014). Syarah tsalatsatul ushul: Mengenal Allah, rasul, & dinul Islam (Terjemah). Solo: Al-Qowam
Mahmud, A. A. H. (2004). Akhlak mulia (Terjemah). Jakarta: Geman Insani
Leming, J. S. (1997). Research and practice in character education: A historical perspective. In A. Molnar (Ed.), The construction of children’s character (pp. 31–44). The National Society for the Study of Education.
Social and Character Development Research Consortium. (2010). Efficacy of schoolwide programs to promote social and character development and reduce problem behavior in elementary school children. Research report. https://ies.ed.gov/use-work/resource-library/report/research-report/efficacy-schoolwide-programs-promote-social-and-character-development-and-reduce-problem-behavior