Volume 1 Edisi 1, 2025
15 Agustus 2025
Dosen Universitas Islam
Fuad Nashori
Penulis buku The Concept of Islamic University yang bernama Hamid Hasan Bilgrami dan Sayid Ali Asyraf mengungkapkan bahwa salah satu ciri universitas Islam adalah dosen yang menjunjung tinggi nilai Islam. Universitas Islam memang memiliki sejumlah ciri yang lain, seperti konsep pendidikan yang bersandar tauhid, konsep ilmu yang berdasar kitab suci, mahasiswa yang terseleksi secara moral dan akademis, pimpinan dan tenaga pendidikan yang berdedikasi dan cerdas, dan –ini bukan pendapat Bilgrami dan Asyraf—alumni yang bermoral dan bermanfaat. Namun, dosen adalah sesuatu yang punya peran sentral. Merekalah yang mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan dengan menghidupkan nilai-nilai hidup dalam proses pengajaran bersama mahasiswa.
Pertanyaan yang dapat diajukan adalah sudahkah dosen Universitas Islam -UII maupun Universitas Islam yang lain- mampu menjunjung tinggi nilai Islam? Pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab. Namun, perkenankan saya mencoba melontarkan kriteria dosen Universitas Islam. Harapannya, keiteria ini dapat menjadi cermin untuk menilai diri kita.
Pertama adalah meyakini kebenaran Islam dan mempraktikkannya. Termasuk di dalamnya adalah mempercayai bahwa kitab suci (dalam hal ini al-Qur’an dan al-Hadis) adalah benar dan karenanya semestinya dijadikan rujukan dalam urusan apapun, baik individu maupun sosial, urusan perkuliahan maupun di luar perkuliahan. Tidak hanya mengetahuinya dan meyakininya, tapi mereka juga (berupaya keras dan konsisten) mempraktikkannya. Mereka rajin shalat tepat waktu berjamaah di masjid, suka mendaras al-Qur’an, menyayangi sesama, bersedekah, dan sebagainya. Mereka tidak berbuat zalim, seperti syirik, membunuh, berzina, korupsi, dan sejenisnya.
Kedua adalah memiliki kompetensi dalam bidang ilmu yang diajarkan. Kompetensi itu –sebagaimana sering dijelaskan banyak ahli- meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Secara umum seharusnya dosen Universitas Islam memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang bidang ilmu yang sesuai dengan program studi/mata kuliah yang diajarkannya serta metode ilmu pada disiplin ilmu yang menjadi keahliannya. Metode pengembangan ilmu ini sangat penting karena dosen tidak hanya menjadi penyalur ilmu, tapi dia juga produsen ilmu. Produksi ilmu dilakukan melalui penelitian dan pemikiran. Khusus berkaitan dengan sikap, para dosen Universitas Islam semestinya memiliki semua karakter yang memungkinkannya menjadi dosen yang baik, seperti integritas, tanggung jawab, kebaikan hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, cinta ilmu, dan sebagainya. Dengan semua pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimilikinya, semestinya dosen Universitas Islam adalah ahli dalam bidangnya.
Ketiga adalah memiliki kompetensi dan komitmen integrasi Islam dan ilmu. Dosen Universitas Islam memiliki kemampuan untuk membuat ilmu yang menjadi keahliannya bersinergi dengan ajaran Islam atau sekurang-kurangnya tidak bertentangan dengan nilai Islam. Agar integrasi itu terjadi, ada berbagai upaya untuk menggapainnya, yaitu objektivikasi, rekonstruksi teori, dan sebagainya. Penjelasan yang lengkap dapat dibaca dalam buku Dinamika Universitas Islam: Pemikiran dan Pengalaman Mengelola Kampus Islam (Fuad Nashori, 2010). Saya jelaskan sedikit tentang objektivikasi. Objektivikasi – menurut Kuntowijoyo – adalah kemampuan mentransformasikan apa yang ada dalam kitab suci menjadi teori yang objektif yang dapat diukur. Kalau dosen ekonomi Universitas Islam mengajar ilmu ekonomi, maka yang diajarkan adalah ekonomi syariah. Kalau dosen psikologi mengajar, maka yang diajarkan adalah jiwa dan perilaku yang diterangkan al-Qur’an dan Hadis Nabi saw. Kalau dosen mengajar pengobatan, maka yang diajarkan adalah pengobatan ala Nabi Muhammad saw.
Kalau tidak sanggup mengintegrasikan perspektif Islam dalam perkuliahan, dosen Universitas Islam sekurang-kurangnya mampu melakukan telaah kritis terhadap teori-teori yang diajarkannya. Telaah kristis penting karena boleh jadi teori arus utama yang diajarkannya tidak selaras dengan pandangan Islam. Bila dosen psikologi, dia bersikap kritis terhadap teori Sigmund Freud sehingga tahu mana teori Freud yang sesuai dan yang bertentangan dengan pandangan Islam. Bila dosen ekonomi, dia bersikap kritis terhadap teori ekonomi konvensional sehingga jelas mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan pandangan Islam. Dia mungkin mengkomparasikan pandangan Islam dan sains kontemporer, memverifikasi apakah teori ilmu kontemporer sesuai atau bertentangan dengan pandangan Islam, bahkan mungkin mencari similarisasi teori kontemporer dan pandangan Islam.
Keempat adalah komitmen untuk terus menerus belajar. Sebagai pengajar, peneliti, pengabdi, dan dai, dosen Universitas Islam harus terus menerus belajar. Semangat iqra’ sebagaimana diperintahkan Allah dan semangat thalabul ilmi yang diajarkan Nabi Muhammad saw menjiwai mereka. Dengan belajar, mereka akan tumbuh berkembang sebagai pribadi dan sebagai ahli.
Agar dosen-dosen Universitas Islam memiliki kompetensi dan komitmen sebagaimana dijelaskan di atas, maka saat rekrutmen kompetensi integrasi perlu dijadikan kriteria calon dosen atau sekurang-kurangnya dicek komitmennya saat wawancara. Kalau saat masuk masih beraroma khas tempat belajarnya yang sekuler, maka saat sudah berada di kampus Islam mereka perlu dicelup dengan aroma khas Universitas Islam. Hal di atas bisa dilakukan pada dosen yang sudah telanjur direkrut bahkan dosen senior. Celupan dapat dilakukan dengan pembinaan yang terstruktur. Setelah itu mereka perlu dites kompetensinya dalam tiga hal di atas, terutama dalam mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam proses perkuliahan.
Kembali ke pertanyaan di awal paragraf kedua, jawabannya dapat diperoleh melalui survei atau malah melalui evaluasi secara terstruktur semisal melalui audit mutu internal. Demikian. Wallahu a’lam.