Volume 1 Edisi 1, 2025
15 Agustus 2025
Tangisan Anak Manusia di Mata Allah
Faraz
Menangis merupakan bentuk komunikasi yang paling mendasar dan adaptif, yang berperan sebagai mekanisme bertahan hidup. Pada orang dewasa, tangisan juga menjadi sarana untuk mengirimkan pesan kepada orang lain bahwa dirinya sedang berada dalam kondisi rentan, mengalami kesulitan, dan memerlukan bantuan. Fungsi utamanya adalah memberikan sinyal kepada orang di sekitar untuk menghilangkan sumber ketidaknyamanan, sekaligus memperoleh perhatian, empati, dan dukungan.
Dalam ilmu psikologi, tangisan dipandang sebagai reaksi alami yang biasanya muncul saat seseorang merasakan kesedihan. Baik manusia maupun hewan bisa menangis, tetapi pada manusia, peran tangisan jauh lebih kompleks. Pada hewan, tangisan umumnya hanya bersifat mekanis, seperti menjaga kelembapan mata. Sementara itu, pada manusia, tangisan juga menjadi sarana untuk mengekspresikan beragam emosi, seperti rasa takut, kemarahan, kebahagiaan, dan perasaan lainnya. Ketika seseorang menangis, tubuh secara refleks menarik napas lebih dalam, yang membantu memperlambat detak jantung dan mengurangi rasa sesak di dada. Tangisan juga memicu pelepasan hormon endorfin—zat yang memberikan rasa nyaman—serta dapat mengurangi rasa nyeri secara alami. Selain itu, tangisan berperan dalam mengeluarkan racun yang tersimpan di tubuh, membuat seseorang merasa lebih kuat secara fisik maupun mental setelahnya. Menurut sejumlah ahli, menangis dapat membantu meredakan stres, memperbaiki suasana hati, dan bahkan memberikan perlindungan antibakteri, karena air mata mengandung enzim Lysozyme yang mampu membunuh bakteri di mata.
Dalam pandangan Islam, tangisan tidak identik dengan sifat cengeng, lemah, rapuh, atau ketergantungan pada orang lain. Justru, ajaran Islam memberi perhatian besar terhadap perilaku menangis, sebagaimana dijelaskan pula dalam kajian psikologi Barat. Allah berfirman dalam Al-Qur’an: “Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis” (QS. An-Najm: 43). Hal ini menegaskan bahwa menangis adalah ciptaan Allah dengan mekanisme yang logis dan penuh hikmah. Rasulullah ﷺ juga bersabda, “Menangislah kamu semua. Jika tidak mampu, maka berpura-puralah menangis” (HR. Ibnu Majah dan Hakim).
Dalam situasi yang tepat, tangisan bahkan menjadi amalan yang dianjurkan. Banyak ayat dan hadis yang menggambarkan bahwa Allah menyukai hamba-Nya yang menangis. Tangisan yang paling dianjurkan adalah tangisan karena rasa takut kepada Allah. Seseorang yang memiliki rasa takut tersebut akan merenungi kehidupannya, membandingkan nikmat yang Allah berikan dengan amal yang telah ia persembahkan kepada-Nya. Ketika ia menyadari bahwa pengabdian dan kebaikannya amat sedikit, bahkan nyaris tak terlihat, ia pun menangis. Tangisan seperti ini akan menguatkan iman dan mendorong seseorang untuk terus memperbaiki diri, sebab rahmat Allah takkan pernah tertandingi oleh amal ibadah manusia. Rasulullah ﷺ pernah bersabda, “Andaikata kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan sedikit tertawa dan banyak menangis” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasa takut yang murni kepada Allah dapat menumbuhkan rasa cinta yang kuat kepada-Nya. Berbagai nikmat yang Dia anugerahkan, seperti udara (oksigen), kerap dianggap hal biasa hingga terlupakan. Ketika pandemi Covid-19 merebak di Indonesia, banyak keluarga dilanda kepanikan karena sulit memperoleh tabung oksigen untuk anggota keluarga yang tengah kritis di rumah sakit. Kejadian ini menyadarkan sebagian orang bahwa selama ini mereka menghirup oksigen secara cuma-cuma, namun jarang bahkan tidak pernah mengucap syukur kepada Pemiliknya, Allah SWT. Ironisnya, di tengah kelimpahan karunia tersebut, tak sedikit yang lalai beribadah, enggan berbuat kebaikan, dan malah terjerumus dalam perbuatan yang dilarang agama, seperti berdusta, merampas hak orang lain, mengkhianati amanah, serta tindakan tercela lainnya.
Kesadaran akan kelalaian ini dapat menumbuhkan tekad untuk memperbaiki diri dan melakukan hal-hal yang diridai oleh Pemilik oksigen di alam bebas tersebut. Salah satu tanda kecintaan yang tulus kepada Allah adalah mudahnya seseorang meneteskan air mata ketika beribadah, seperti saat salat atau berzikir. Tangisan seperti ini mampu menambah kekhusyukan ibadah sekaligus memperbesar peluang memperoleh hidayah-Nya, sebagaimana firman Allah: “Dan mereka bersujud sambil menangis dan maka bertambahlah atas mereka perasaan khusyu’” (QS. Al-Isra: 109).
Orang yang benar-benar mencintai Allah akan bergetar hatinya ketika mendengar ayat-ayat-Nya (QS. Al-Anfal: 2), lalu menangis karena menyadari dirinya masih jauh dari tingkat keimanan yang diinginkan Allah. Bahkan Rasulullah ﷺ, yang telah dijamin surga, sering menangis karena merasa ibadahnya belum sempurna. Al-Qur’an menggambarkan hal ini: “Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Qur’an) yang telah mereka ketahui… Ya Tuhan, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi” (QS. Al-Maidah: 83). Hal senada juga disampaikan dalam QS. Maryam: 58, yang menceritakan para nabi dan orang-orang pilihan Allah yang bersujud dan menangis ketika mendengar ayat-ayat-Nya.
Fenomena menangis karena takut akan azab Allah, disebabkan dosa yang lebih banyak daripada amal kebaikan, juga disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Beliau meriwayatkan bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Ada dua mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena takut kepada Allah, dan mata yang berjaga pada malam hari demi menjaga keselamatan kaum muslimin dalam (jihad) di jalan Allah” (HR. At-Tirmidzi). Menangis sendiri merupakan bagian dari Sunnatullah. Ketika seorang bayi lahir, hampir selalu diawali dengan tangisan, yang oleh orang tua biasanya disambut dengan rasa bahagia. Sebaliknya, saat seseorang meninggal dunia, keluarga, kerabat, sahabat, dan tetangga umumnya meneteskan air mata. Pertanyaan yang muncul: apakah orang yang wafat itu menangis atau justru merasa gembira? Jawabannya tentu kembali pada kondisi spiritual masing-masing.
Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Tidak akan masuk neraka seseorang yang pernah menangis karena takut kepada Allah” (HR. At-Tirmidzi). Harapannya, tangisan yang mewarnai hidup kita adalah tangisan yang bernilai ibadah, bukan tangisan di penghujung kehidupan yang diiringi penyesalan. Semoga Allah menghindarkan kita dari akhir yang buruk. Aamiin.