Volume 1 Edisi 1, 2025
15 Agustus 2025
Kesenjangan generasi: Jadikan kesempatan untuk saling memahami
Thobagus Mohammad Nu’man
Seiring dengan perkembangan teknologi digital, lahir istilah yang menggambarkan suatu generasi yang lahir di era digital, yaitu anak yang lahir pada rentang tahun 1997 – 2012. Generasi ini dikenal dengan generasi Zoomers atau yang dikenal dengan Generasi Z. Selain itu juga generasi ini dipandang sebagai digital native karena mereka lahir dan tumbuh bersamaan dengan berkembangnya teknologi internet termasuk diantaranya telepon pintar dan berbagai aplikasi digital.
Generasi Z memiliki cara pandang yang berbeda dengan generasi sebelumnya, terutama dengan generasi Baby Boomers (generasi yang lahir tahun 1946-1964), Generasi X (generasi yang lahir pada tahun 1965 sampai awal 80-an) ataupun Generasi Y (millennial, lahir tahun 1981-1996). Kita seringkali menemukan curahan hati (curhat) seorang anak terhadap orang tuanya ataupun antara seorang pekerja dengan atasannya, di komunitas-komunitas media sosial, yang memang dikhususkan bagi netizen yang mengekspresikan perasaannya terhadap satu isu. Salah satu hal yang seringkali dikeluhkan oleh anak terhadap orang tuanya adalah gaya pengasuhan orang tua yang dianggap tidak relevan dengan apa yang dirasakan anak. Selain itu, pendekatan orang tua terhadap anak dirasa kurang tepat dan tidak mengerti kebutuhan anak. Orang tua dipandang tidak dapat memahami apa yang diinginkan oleh anak-anak zaman sekarang.
Memahami hubungan antara generasi tua dan generasi muda bukanlah hal yang sederhana. Perbedaan pendapat mengenai keyakinan (beliefs), politik, atau nilai (values) menjadi titik awal dari apa yang disebut dengan kesenjangan generasi (generation gap). Orang yang lebih tua dan yang lebih muda tidak saling memahami satu dengan yang lain karena perbedaan pengalaman, opini, kebiasaan dan perilaku. Istilah kesenjangan generasi hari ini seringkali dikaitkan dengan kesenjangan antara anak-anak yang lebih muda dengan orang tua atau kakek/nenek mereka. Kesenjangan generasi dalam tinjauan teori sosiologi pertama kali muncul pada tahun 1960-an, saat generasi yang lebih muda (yang saat ini dikenal sebagai baby boomers) menentang segala hal yang diyakini oleh orangtuanya baik dalam hal musik, nilai-nilai, pemerintahan maupun pandangan politik (Subramanian, 2017).
Kesenjangan generasi seringkali memicu terjadinya ketegangan antar generasi, baik hubungan antara orangtua-anak, guru-murid, atasan-bawahan ataupun dalam konteks lainnya yang merujuk relasi antar beda generasi. Kesenjangan generasi dapat menimbulkan adanya stereotip terhadap satu generasi kepada generasi lain. Karakteristik yang ditunjukkan oleh seseorang dari satu generasi dilihat sebagai karakteristik yang dimiliki oleh rata-rata generasi tersebut. Meskipun beberapa penelitian menemukan adanya perbedaan berbagai aspek psikologis lintas generasi (Twenge & Campbell, 2008; Twenge, dkk., 2012; Brandt, dkk., 2022). Perbedaan karakteristik antar generasi menjadi dasar penilaian satu kelompok terhadap kelompok lain termasuk bagaimana mereka memiliki ekspektasi satu dengan lainnya.
Beberapa ungkapan generasi lebih muda semisal “Ok Boomers”, “Dasar Boomers” menunjukkan adanya penilaian terhadap generasi yang lebih tua. Ungkapan sarkas dan meremehkan tersebut tidak lepas dari pandangan Generasi Z terhadap generasi sebelumnya yang cenderung konservatif atau kolot dan tidak relevan dengan kondisi saat ini. Keluhan atau cemoohan tidak hanya diungkapkan oleh generasi yang lebih muda terhadap generasi yang lebih tua. Ribuan tahun lalu, keluhan orang yang lebih tua terhadap orang yang lebih mudah sudah terdengar. Aristoteles pernah mengeluh tentang anak-anak muda Yunani pada waktu itu, dengan berkata, “They think they know everything, and are always quite sure about it” (Scheinman, 2020). Protzko dan Schooler (2019) meneliti tentang bagaimana pandangan generasi yang lebih tua tentang anak-anak hari ini (kids these days). Temuannya menunjukkan bahwa orang yang cenderung otoritarian melihat anak muda saat ini kurang memiliki rasa hormat, orang yang suka membaca melihat anak muda saat ini kurang membaca, begitu pula dengan orang yang cerdas menilai anak muda saat ini semakin bodoh. Kalimat-kalimat merendahkan tersebut merupakan bentuk dari ingatan yang cacat (Protzko dan Schooler, 2019). Orang yang lebih tua kadang secara keliru mengingat bahwa capaian anak-anak di masa lalu lebih baik dibandingkan dengan anak-anak saat ini.
Perbedaan pandangan tersebut menciptakan rasa frustrasi antar kedua kelompok, apalagi kondisi ini diperparah dengan adanya hambatan dalam komunikasi. Bagaimana Islam memandang kesenjangan generasi? Islam memberikan panduan terkait dengan bagaimana relasi antara orang yang berusia lebih tua dan orang yang berusia muda. Rasulullah Muhammad Shalallahu alaihi wassalam mengingatkan bahwa kita berkewajiban untuk memuliakan orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang lebih muda usianya, dari Anas bin Malik Rasulullah bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا
“Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda atau tidak menghormati yang lebih tua.” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (1842)
Hadis tersebut menegaskan bahwa menghormati yang tua dan menyayangi yang muda merupakan bagian dari ajaran Islam. Sebagaimana yang kita tahu bahwa di awal Rasulullah mengumumkan kenabian beliau, sahabat-sahabat awal Rasulullah adalah orang-orang yang berusia lebih muda dari beliau termasuk sepupunya sendiri yaitu Ali bin Abi Thalib. Bahkan Rasulullah pernah mempercayakan pasukan Islam kepada Usamah bin Zaid yang saat itu masih berusia 17 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah tidak pernah meragukan sahabat yang berusia jauh lebih muda.
Upaya untuk membangun komunikasi antara generasi yang lebih tua dan generasi yang lebih muda perlu terus dilakukan. Aulia, dkk (2023) menekankan pentingnya waktu yang berkualitas untuk membangun hubungan antara orang tua yang berasal dari generasi baby boomers dengan anak mereka yang berasal dari generasi Z. Orang tua perlu membangun kedekatan dengan anak berusaha memahami karakteristik generasi Z, di sisi yang lain, anak juga perlu memahami harapan-harapan dan kekuatiran-kekuatiran dari orang tua yang seringkali muncul dari penilaian orang tua terhadap kondisi dan tantangan saat ini terutama terkait dengan perkembangan teknologi digital.
Daftar Pustaka
Aulia, C., Retnowati, S., & Annisa Reginasari, A. (2023). Quality time: What baby boomers need for parenting their generation Z children. ANIMA Indonesian Psychological Journal, 38 (2), 375-398. https://doi.org/10.24123/aipj.v38i2.5240
Brandt, N. D., Drewelies, J., Willis, S. L., Schaie, K. W., Ram, N., Gerstorf, D., & Wagner, J. (2022). Acting like a baby boomer? Birth-cohort differences in adults’ personality trajectories during the last half a century. Psychological Science, 33(3), 382-396. https://doi.org/10.1177/09567976211037971
Scheinman, T. (Januari, 2020). The psychology behind generational conflict. Smithsonian magazine. https://www.smithsonianmag.com/science-nature/psychology-behind-generation-gap-180973731/
Subramanian, K., R. (2017). The generation gap and employee relationship, International Journal of Engineering and Management Research 7 (6), 59-67.
Twenge, J. M., & Campbell, S. M. (2008). Generational differences in psychological traits and their impact on the workplace. Journal of Managerial Psychology, 23(8), 862–877. https://doi.org/10.1108/02683940810904367
Twenge, J.M., Campbell, W.K., & Freeman, E.C. (2012). Generational differences in young adults’ life goals, concern for others, and civic orientation, 1966-2009. J Pers Soc Psychol.102(5), 1045-62. doi: 10.1037/a0027408.