Volume 1 Edisi 1, 2025
15 Agustus 2025

Etika: Sekadar formalitas atau fondasi dalam psikologi

Nur Pratiwi Noviati 

Bayangkan seorang psikolog diminta klien perusahaan untuk memberikan pelatihan peningkatan produktivitas bagi karyawan. Saat proses berjalan, ia menemukan bahwa target yang diberikan perusahaan melampaui batas kemampuan dan berisiko menimbulkan stres berat bagi para pekerja. Dilema pun muncul, apakah ia harus tetap menjalankan pelatihan agar tetap memenuhi ekspektasi manajemen perusahaan, atau mengedepankan rekomendasi yang melindungi kesejahteraan karyawan meski berisiko mengecewakan klien?

Selanjutnya, pada situasi yang berbeda seorang peneliti psikologi sedang mengumpulkan data untuk studinya tentang kepuasan kerja. Di tengah proses, ia menyadari bahwa beberapa data responden tidak lengkap, sementara tenggat publikasi semakin dekat. Ada godaan untuk “melengkapi” data secara asumtif demi menyelesaikan analisis tepat waktu. Sekilas, tindakan ini mungkin terlihat sepele, namun implikasinya sangat besar terhadap validitas penelitian dan reputasi ilmuwan.

Kasus sederhana ini mengingatkan kita bahwa etika tidak hanya sekedar panduan moral, melainkan fondasi yang menentukan kualitas dan kredibilitas ilmu psikologi. Etika menjadi sebuah kompas moral yang membimbing keputusan di tengah kompleksitas praktik psikologi, baik dalam penelitian maupun penerapan di dunia nyata.

Problematika, isu-isu, dan dilema yang terkait dengan etika, memiliki relevansi dalam semua aktivitas ilmuwan ataupun psikolog. Literatur menunjukkan bahwa masalah etika sering kali bersifat kompleks, mencakup tantangan intelektual, emosional, interpersonal, dan sosial yang signifikan. Disisi lain, beberapa realitas menunjukkan adanya potensi untuk bertindak secara tidak etis dan menyebabkan kerugian tidak hanya terbatas pada “segelintir individu yang mencoreng reputasi kelompok,” tetapi dapat terjadi pada semua ilmuwan maupun psikolog. Hal ini lah yang mendorong pentingnya bagi kita untuk dapat mengenali dan membahas isu-isu etika yang mungkin muncul dalam aktivitas praktik sehari-hari. Salah satu tujuannya adalah mencegah tindakan tidak etis dan dampak buruk yang mungkin timbul.Literatur juga menunjukkan bahwa pemahaman terhadap nilai-nilai, prinsip, dan standar etika membantu dalam pengambilan keputusan yang baik dan praktik etis. Sebaliknya, pelanggaran etika sering kali disebabkan oleh kurangnya kesadaran atau pengabaian terhadap nilai-nilai tersebut (Walsh, 2015).

Pendekatan filsafat etika memainkan peran penting dalam ilmu dan terapan psikologi karena memberikan landasan untuk pengambilan keputusan etis dalam berbagai situasi profesional. Terdapat beberapa pendekatan yang dapat kita gunakan dalam memahami hal ini. Pertama pendekatan deontologis, pendekatan ini merupakan pandangan dalam etika yang menekankan bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan kewajiban, aturan, atau prinsip moral yang berlaku, bukan hanya berdasarkan konsekuensi tindakan tersebut (Alexander & Moore, 2020). Pendekatan ini berfokus pada niat dan kepatuhan terhadap prinsip moral universal yang dianggap sebagai kewajiban moral. Oleh karena itu pada konteks implementasi keilmuan psikologi penekanan pada kewajiban dan aturan moral relevan dalam menjaga standar profesional psikolog, seperti menjaga kerahasiaan klien atau memastikan tidak ada konflik kepentingan dalam terapi. 

Selanjutnya, pendekatan teleologis khususnya utilitarianisme. Pendekatan ini merupakan salah satu pendekatan yang paling kuat dan persuasif terhadap etika normatif dalam sejarah filsafat (Sinnott-Armastrong, 2023). Pendekatan ini mengarahkan perhatian pada konsekuensi dari tindakan yang dilakukan, sehingga pada implementasi praktik dan keilmuan seorang ahli atau psikolog harus dapat memastikan bahwa intervensi psikologis menghasilkan dampak terbesar dalam meningkatkan kesejahteraan klien dan masyarakat secara keseluruhan. Selain itu, pragmatisme sebagai cabang teleologis juga menawarkan pendekatan yang lebih fleksibel sehingga dapat mendorong psikolog untuk menggunakan metode yang paling efektif berdasarkan konteks dan kebutuhan individu.

Di sisi lain, terdapat pula pendekatan etika kebajikan (virtue ethic). Etika kebajikan saat ini merupakan salah satu dari tiga pendekatan utama dalam etika normatif. Pendekatan ini berfokus pada kebajikan atau karakter moral seseorang, berbeda dari pendekatan yang menekankan kewajiban atau aturan (deontologi) atau konsekuensi dari tindakan (konsekuensialisme). Sebagai ilustrasi, jika jelas bahwa seseorang membutuhkan pertolongan, seorang utilitarian akan menekankan bahwa tindakan tersebut memaksimalkan kesejahteraan, seorang penganut deontologi akan menyoroti bahwa tindakan tersebut sesuai dengan aturan moral seperti “Perlakukan orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan,” sementara seorang penganut etika kebajikan akan berargumen bahwa membantu orang tersebut merupakan tindakan yang mencerminkan kebajikan atau sifat baik (Hursthouse & Pettigrove, 2022). Implementasinya dalam keilmuan psikologi adalah penekanan terhadap pentingnya karakter moral psikolog, seperti empati, kejujuran, dan kebijaksanaan praktis (phronesis), yang menjadi fondasi untuk membangun hubungan terapeutik yang kuat dan efektif. Pendekatan ini juga mengingatkan bahwa seorang psikolog tidak hanya mematuhi aturan, tetapi juga bertindak sebagai teladan moral bagi klien mereka. 

Keempat adalah pendekatan etika kepedulian (care ethics). Etika kepedulian merupakan pendekatan terhadap kehidupan pribadi, sosial, moral, dan politik yang berangkat dari kenyataan bahwa semua manusia, pada dasarnya, membutuhkan dan menerima kepedulian, sekaligus memberikan kepedulian kepada orang lain (Bevilacqua, 2016). Implementasinya adalah etika yang  menekankan pada pentingnya hubungan interpersonal dan tanggung jawab emosional dalam konteks terapi. Di dalam praktik psikologi, pendekatan ini menggarisbawahi pentingnya memahami kebutuhan klien secara mendalam, menciptakan ruang aman, dan memberikan perhatian penuh kepada klien sebagai individu unik.

Pendekatan-pendekatan yang telah dibahas di atas berakar pada pendekatan keilmuan filsafat, dan semuanya dapat memberikan kerangka kerja praktis yang membantu ilmuwan psikologi maupun psikolog dalam menangani dilema etis, membangun hubungan terapeutik yang bermakna, dan membuat keputusan yang benar secara teknis, serta memadai secara moral. Kombinasi berbagai perspektif etika ini memungkinkan ilmuwan psikologi ataupun psikolog untuk menyeimbangkan kepatuhan terhadap aturan profesional, pencapaian hasil yang optimal, dan penghormatan terhadap hubungan serta individualitas klien.

Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa keempat pendekatan tersebut sangat relevan dan saling melengkapi dalam implementasinya pada konteks ilmu dan terapan psikologi, Hal ini juga dapat kita lihat dari kode etik psikologi (baik yang dikeluarkan oleh APA maupun HIMPSI) di dalamnya mengandung prinsip-prinsip deontologis yang mengharuskan psikolog untuk mematuhi aturan dan kewajiban moral universal. Prinsip-prinsip seperti kerahasiaan (confidentiality), keadilan (justice), dan non-maleficence (tidak membahayakan) menunjukkan bahwa psikolog memiliki tanggung jawab yang tidak dapat dinegosiasikan untuk melindungi hak-hak klien dan mencegah kerugian, terlepas dari situasi atau konsekuensinya.

Jika kita perhatikan, kode etik psikologi juga mempertimbangkan pendekatan teleologis dengan menekankan pentingnya konsekuensi positif dari tindakan profesional psikolog. Prinsip beneficence (berbuat baik) dalam kode etik mengharuskan psikolog untuk bertindak demi meningkatkan kesejahteraan klien dan komunitas. Etika kebajikan yang berfokus pada pengembangan karakter moral psikolog, seperti empati, kejujuran, dan kebijaksanaan praktis (phronesis) juga tercermin dalam prinsip-prinsip kode etik psikologi seperti integritas (integrity) dan kompetensi (competence). Psikolog diharapkan bertindak sebagai profesional yang berkarakter baik, tidak hanya mengikuti aturan secara mekanis tetapi juga dengan niat tulus untuk mendukung klien. Terakhir, etika kepedulian yang menyoroti pentingnya hubungan interpersonal dan empati dalam praktik profesional, tercerminkan dalam prinsip menghormati martabat dan hak individu (respect for people’s rights and dignity) pada kode etik psikologi (Himpunan Psikologi Indonesia, 2010). Psikolog diharapkan memberikan perhatian yang tulus terhadap kebutuhan klien, termasuk mendengarkan dengan empati, memahami konteks sosial klien, dan merancang intervensi yang memperhatikan kesejahteraan emosional mereka. Maka dapat dikatakan bahwa Kode Etik Psikologi mencerminkan sintesis dari pendekatan filsafat etika.

Pada akhirnya, etika bukanlah sekadar daftar aturan yang tertulis di kode etik profesi ataupun laporan penelitian. Namun menjadi fondasi yang menentukan arah, tujuan, dan makna dari setiap langkah dalam ilmu dan praktik psikologi. Tanpa etika, pengetahuan bisa berubah menjadi alat yang membahayakan, dan intervensi yang seharusnya menolong justru berpotensi merugikan. Pertanyaannya kini bukan lagi apakah etika perlu diterapkan, tetapi sejauh mana kita berani menempatkannya sebagai pusat dari setiap keputusan dan tindakan. Jika kita menginginkan psikologi yang bukan hanya cerdas secara ilmiah tetapi juga bijak secara moral, maka etika harus menjadi denyut nadi yang menghidupkan seluruh praktik dan penelitian kita.

Daftar Pustaka

Alexander, L. & Moore, M. (2020). Deontological ethics. In E. N. Zalta (Ed.), The Stanford Encyclopedia of Philosophy. Diambil dari https://plato.sydney.edu.au/entries/ethics-deontological/#DeoTheKan

Bevilacqua, M. G. (2016). Caring about ethics of care: a new dimension. Phenomenology and Mind. 114-119. DOI: 10.13128/Phe_Mi-20111

Himpunan Psikologi Indonesia. (2010). Kode etik psikologi Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).

Hursthouse, R. & Pettigrove, G. (2022). Virtue ethics. n E. N. Zalta (Ed.), The Stanford Encyclopedia of Philosophy. Diambil dari https://plato.stanford.edu/entries/ethics-virtue/

Sinnott-Armastrong, W. (2023). Consequentialism. In E. N. Zalta (Ed.), The Stanford Encyclopedia of Philosophy. Diambil dari https://plato.stanford.edu/entries/consequentialism/

Walsh, R. T. G. (2015). Introduction to ethics in psychology: historical and philosophical grounding. Journal of Theoretical and Philosophical Psychology, Vol.35, No.2, 69-77. DOI: http://dx.doi.org/10.1037/teo0000015.