Volume 1 Edisi 1, 2025
15 Agustus 2025
Bagi orang beriman, doa itu menunduk, bukan sekedar meminta
Hepi Wahyuningsih
Hampir semua orang saat dalam kondisi terancam pernah berdoa, pun pada orang yang ateis. Hal ini terungkap dari beberapa hasil penelitian yang telah dilaporkan dalam jurnal-jurnal penelitian. Misal hasil penelitian pada tentara Amerika menunjukkan bahwa pada situasi pertempuran berat, persentase prajurit yang berdoa meningkat dari 42% menjadi 72% (Wansink & Wansink, 2013). Hasil penelitian Granqvist dan Moström (2014) di Swedia dengan responden penelitian orangtua beragama dan orangtua ateis menunjukkan sebagian besar responden, termasuk responden ateis melaporkan mereka pernah berdoa; baik kepada Tuhan atau kekuatan supranatural. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan doa bisa muncul bahkan tanpa adanya keyakinan religius. Hal ini kemungkinan dikarenakan adanya faktor refleks emosional, kebiasaan budaya, atau bentuk koping nonreligius yang menyerupai doa. Hasil penelitian Galalii (2020) semakin memperkuat hal tersebut. Galalli menemukan bahwa ancaman eksistensial seperti kematian atau bahaya serius mendorong subyek penelitiannya untuk berdoa. Respon berdoa ini muncul meskipun individu tersebut sebelumnya tidak pernah menjalankan praktek keagamaan. Hal ini karena adanya mekanisme psikologis bawaan yang mendorong individu untuk mencari pertolongan dari kekuatan supranatural saat berada dalam kondisi tertekan atau terancam.
Mengapa individu saat mendapatkan ancaman bahaya atau dalam kondisi tertekan mereka berdoa? Hasil-hasil penelitian psikologi yang telah dilaporkan dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena ini. Misal penelitian yang dilakukan oleh Woodmansee (2000) menunjukkan bahwa meskipun para responden penelitiannya mengalami banyak stresor, mereka dapat menangani stress tersebut. Mereka melaporkan bahwa doa telah memberikan perasaan damai, keterhubungan dengan Tuhan, dan mengurangi kekhawatiran. Doa meningkatkan rasa kedekatan dan rasa percaya dengan Tuhan. Hal inilah yang menjadikan mereka dapat memiliki kemampuan untuk menangani stres kehidupan.
Penelitian Sharp (2010) juga menunjukkan bahwa berdoa dapat membantu mengatur emosi negatif yang timbul sehingga terjadi penurunan tingkat emosi negatif seperti kemarahan, perasaan sedih dan cemas pada individu yang mengalami kekerasan. Dengan berdoa, individu dapat mengekspresikan emosi negatifnya dan juga menjadi merasa aman karena yakin akan dilindungi oleh Tuhan. Dalam buku “Psychology of Prayer”, Spilka dan Ladd (2012) menyampaikan bahwa doa yang muncul secara langsung dari dorongan hati tanpa perencanaan biasanya bersifat pribadi, menggunakan bahasa sehari-hari dan seringkali dipicu oleh peristiwa yang mendadak atau emosional, seperti rasa takut, adanya bahaya atau karena kesedihan yang mendalam. Doa ini kemudian membantu individu merasa mampu untuk mengontrol stres sehingga dapat mengelola stres dengan lebih baik.
Fenomena berdoa secara spontan seperti yang telah dibicarakan di atas sebenarnya sudah digambarkan sejak lama dalam Al Qur’an, yaitu dalam QS. Yunus (10) ayat 12 sebagai berikut:
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya, dia menyeru Kami dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (ke jalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang yang melampaui batas apa yang mereka kerjakan.”.
Berkaitan dengan QS Yunus ayat 12 tersebut, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ketika manusia ditimpa oleh kesusahan dan kecemasan, mereka akan banyak berdoa. Kemudian setelah kesusahan dan kecemasan telah dihilangkan oleh Allah, mereka kembali berpaling dari Allah. Lalu Allah mencela orang-orang yang seperti ini sebagai orang yang melampaui batas.
Kita sebagai orang yang beriman tentu tidak ingin disebut sebagai orang-orang yang melampaui batas. Oleh karena itu, perilaku berdoa kita tentu tidak boleh sama dengan mereka. Lantas bagaimana seharusnya perilaku berdoa bagi orang yang beriman? Bila kita telaah lebih dalam berdasarkan tafsir Ibnu Katsir di atas, kita dapat melihat bahwa orang-orang yang melampaui batas menggunakan doa hanya sebagai alat untuk meminta atau mendapatkan sesuatu. Berdoa hanya untuk meminta pada Tuhan atau kekuatan supranatural atau Allah. Saat mereka telah mendapatkan apa yang diminta, mereka akan segera melupakan yang memberi dan tidak berdoa lagi karena sudah mendapatkan apa yang diinginkannya.
Lantas, apakah orang beriman tidak boleh berdoa untuk meminta sesuatu pada Allah? Jawabannya dapat dilihat baik dalam Al-Qur’an maupun hadis berikut.
“Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memenuhi seruan-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka mendapatkan petunjuk. (QS Al Baqarah: 186)
“Tidaklah seorang Muslim meminta sesuatu kepada Allah kecuali Allah akan memberikannya. Baik segera diberikan, atau disimpan untuknya (di akhirat), atau dijauhkannya darinya sesuatu yang buruk.” (HR. Ahmad).
Berdasarkan QS Al Baqarah ayat 186 dan Hadis Riwayat Ahmad di atas, maka dapat dipahami bahwa sebagai orang yang beriman, kita diperbolehkan untuk berdoa pada Allah untuk meminta sesuatu. Bahkan, dalam Islam, orang beriman diwajibkan untuk berdoa karena Allah memerintahkan orang beriman untuk berdoa. Inilah yang membedakan orang yang beriman dengan orang yang tidak beriman. Orang yang beriman, dia harus senantiasa berdoa pada Allah, sedangkan bagi orang yang tidak beriman, berdoa hanyalah sekedar alat untuk mendapatkan sesuatu seperti terhindar dari marabahaya atau agar hatinya tenang. Doa bagi orang beriman doa adalah sebuah ibadah, sebuah perwujudan kehambaan, perwujudan ketundukan pada Allah. Hal ini juga telah ditegaskan dalam Al-Qur’an maupun dalam hadis.
“Dari Nu’man bin Basyir, Nabi Muhammad Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda, “Doa adalah ibadah.” Kemudian beliau membaca ayat: ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan untuk kalian’ (QS Ghafir: 60).” (HR At-Tirmidzi)
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkanmu. Sesungguhnya orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka dalam keadaan hina.” (QS Ghafir: 60)
Dalam Hadis At-Timirdzi dan QS Ghafir ayat 60 di atas menunjukkan bahwa doa merupakan sebuah ibadah. Bahkan dikatakan bahwa orang yang tidak berdoa adalah orang yang sombong karena menunjukkan dirinya seolah-olah tidak membutuhkan Allah. Pada kenyataannya, manusia adalah mahluk yang lemah, yang sangat tergantung pada Allah. Saat manusia berdoa, saat itulah manusia mengakui bahwa dirinya lemah sehingga dia meminta pada Dzat yang Maha Kuat, Dzat Yang maha Berkuasa menentukan nasib manusia. Manusia adalah hamba sedangkan Allah adalah Tuhan (Rabb), Sang Pencipta yang Maha Kuasa, Maha Kaya, Maha Pemberi, Maha Segalanya yang dirangkum sebagai Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Orang yang beriman, dengan kesadaran bahwa dirinya hanyalah seorang hamba yang lemah, dia akan berdoa dengan penuh ketundukkan dan kepasrahan, berdoa meminta bukan dengan menuntut untuk diberi sesuai keinginannya, tetapi berdoa meminta dengan keyakinan dan kepasrahan diri, yakin bahwa Allah adalah Sang Maha Baik yang paling tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya dan pasrah berserah diri menerima apapun pemberian Allah. Allahu’alam bishawab.
Referensi:
Galalii, M. S. (2020). Exsistential motivation and the expression and regulation of religious faith among believers and atheists. Retrieves from https://engagedscholarship.csuohio.edu/etdarchive/1247
Granqvist, P., & Moström, J. (2014). There are plenty of atheists in foxholes—in Sweden. Archive for the Psychology of Religion, 36(2), 199-213. https://doi.org/10.1163/15736121-12341285
Muslim.or.id. (n.d.). Doa mustajab, apa dan bagaimana? Muslim.or.id. Diakses dari https://www.dakwah.id/doa-mustajab-apa-dan-bagaimana/
Rumaysho.com. (n.d.). Doa adalah ibadah. Rumaysho.com. https://rumaysho.com/1728-doa-adalah-ibadah.html
Sharp, S. (2010). How does prayer help manage emotions? Social Psychology Quarterly, 73(4), 417-437. https://doi.org/10.1177/0190272510389129
Spilka, B., & Ladd, K. L. (2012). The psychology of prayer: A scientific approach. Guilford Press.
TafsirWeb. (n.d.). Surat Yunus ayat 12. TafsirWeb. https://tafsirweb.com/3286-surat-yunus-ayat-12.html
Wansink, B., & Wansink, C. S. (2013). Are there atheists in foxholes? Combat intensity and religious behavior. Journal of religion and health, 52(3), 768-779. http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.2277773
Woodmansee, M. F. (2000). Mental health and prayer: an investigation of prayer, temperament, and the effects of prayer on stress when individuals pray for others (Doctoral dissertation, Spalding University). Retrieved from https://www.proquest.com/openview/7d7c84682fe7a0cccf4338b0e70ef942/1?cbl=18750&diss=y&pq-origsite=gscholar
Click here to add your own text