Volume 1 Edisi 1, 2025

15 Agustus 2025

Kebahagiaan hidup: Mengenal Allah dalam kehidupan 

Dian Sari Utami

“Sesungguhnya dalam hati kita ada perasaan kesepian yang tidak bisa dihindarkan kecuali dengan menghabiskan waktu bersama Allah dalam kesendirian. Di dalamnya ada kesedihan yang tidak bisa kita hindarkan kecuali melalui kebahagiaan mengenal Allah dan bersungguh-sungguh kepada-Nya.” (Ibn al-Qayyim)

Saat kita membaca nukilan pesan dari Ibn al-Qayyim rahimahullah terasa dalam diri kita sebuah pengakuan betapa kita terkadang merasa kesepian dan sendiri, bahkan saat kita berada di tengah kerumunan.  Namun, pernahkah kita sadari saat kita menyendiri bersama Allah, hati kita merasakan kehangatan, diri kita merasakan kehadiran Dzat yang memiliki ke-Maha Besar-an yang membuat diri merasa kecil dan berserah sepenuhnya? Allah berfirman dalam Al Qur’an surat ar-Ra’d ayat 28 sebagai berikut:

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ ٢٨

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”

Ibn al-Qayyim menyampaikan bahwa “ketika kalian takut pada sesuatu, kalian akan lari menjauh, namun jika kalian takut kepada Allah, kalian akan kembali kepada-Nya.” Dengan demikian, rasa takut kepada Allah bukanlah hal yang akan membuat kita jauh dari Allah, tetapi justru akan membuat kita kembali kepada Allah, karena rasa takut tersebut bukanlah rasa takut seperti ketakutan pada hal lainnya (Suleiman, 2020).

Mengenal Allah subhanahuwata’ala dan dengan berpegang teguh kepada tali Allah adalah obat penawar dari segala kehampaan dan keputusasaan yang banyak terjadi saat ini. Setelah pandemi COVID-19, banyak bermunculan kasus-kasus gangguan kesehatan mental dan terjadinya peningkatan perasaan kesepian dalam masyarakat sosial saat ini yang disebut dengan “the loneliness endemic” (Kehinde, 2024; Julianne Holt-Lunstad, Susan Golant, 2023).  Kondisi tersebut tentu saja akan berdampak pada kesejahteraan dan kesehatan mental. Lalu, apa yang perlu kita lakukan untuk menghindarkan diri dari kesepiaan dan keputusasaan sehingga kesejahteraan mental kita tetap terjaga dengan baik?

Pencarian dalam hidup

Setiap diri pasti menginginkan kebaikan yang senantiasa membawa kita pada kepuasan hidup. Cara kita mengartikan kebahagiaan pun berbeda-beda. Walaupun demikian, setiap diri pastilah menginginkan kebaikan dan kebahagiaan. Bagi beberapa orang, kebahagiaan dapat diukur dari aspek material dan kekayaan yang dimiliki. Bagi beberapa yang lain, kebahagiaan dikaitkan dengan kesenangan dan hadiah. Namun, sebagian menilai kebahagiaan merupakan kesuksesan ketika mencapai suatu pretasi.  

Jika kita kembali merefleksi capaian-capaian dan pemenuhan-pemenuhan di atas, maka kita perlu bertanya apakah kita benar-benar telah merasakan kepuasan dalam keseluruhan hidup kita? Bisa jadi tidak. Mengapa demikian? Aspek material yang rasanya sudah banyak kita capai tersebut bersifat semu, dan dapat hilang kapan saja. Tidak ada yang menjamin bahwa apa yang sudah kita peroleh dalam kehidupan kita di dunia ini akan dapat menjamin kebaikan dan kebahagiaan dalam hidup kita. Lalu, apa yang dapat menjamin kebahagiaan dan kehidupan yang baik?

Manusia senantiasa mencari sesuatu yang dapat dijadikan sandaran saat kita berada dalam kesulitan, kesedihan, kesepian, maupun perasaan putus asa, yang bisa muncul kapan saja, “unpredictable”. Ada yang disebut sebagai “fitrah” manusia dan apa yang diyakini oleh para ilmuwan pada umumnya sebagai “inborn instinct”, yaitu kecenderungan untuk senantiasa mencari, ingin mengetahui, dan bahkan mengabdi kepada Sang Pencipta. Inilah yang disebut dengan insting kebahagiaan yang cenderung kita cari dalam hidup (Anonim, 2025). Mengapa kita terkadang atau bahkan sering lupa dengan Allah yang menciptakan seluruh makhluk dan alam semesta? Bisa jadi selama ini kita banyak disibukkan dengan urusan-urusan duniawi, kesenangan yang ingin kita penuhi, keinginan yang sibuk kita raih, sehingga kita mengingkari dan menekan kebutuhan naluriah kita untuk berinteraksi kepada Sang Pencipta. Kembali kepada Allah dan memupuk keingintahuan kita untuk semakin mengenal Allah adalah langkah awal menumbuhkan cinta dan keyakinan serta harapan untuk seluruh kebaikan dan kebahagiaan dalam hidup kita.

Belajar mengenal Allah

Allah menciptakan setiap makhluk, baik itu kita manusia, jin, tumbuhan, hewan, bebatuan, gunung-gunung, sungai, bintang, bulan, matahari, dan seluruh alam semesta, semata-mata untuk beribadah kepada Allah. Agar dapat mencapai ibadah yang penuh keyakinan dan kepasrahan yang tinggi, maka perlulah kita mengenal Allah. Allah berfirman dalam Al Qur’an surat Muhammad ayat 19 sebagai berikut:

فَٱعْلَمْ أَنَّهُۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسْتَغْفِرْ لِذَنۢبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَـٰتِ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَىٰكُمْ ١٩

“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu.”

Apa yang perlu dilakukan sebagai langkah awal mengenal Allah? Membangun kesadaran diri bahwa kita sebagai manusia memiliki banyak sekali kelemahan dan kerentanan. Mengakui bahwa tidak ada kesempurnaan dalam diri kita. Mengamati kembali sekeliling kita dan alam bahwa setiap detiknya dipenuhi dengan ketidakpastiaan. Menyadari bahwa diri kita dan sekeliling kita dipenuhi dengan keterbatasan pikir, laku, dan daya upaya, maka akan membuka jiwa kita pada satu titik ‘kekosongan’ yang mendorong diri kita untuk mencari, menemukan, dan berpegang sekuat mungkin untuk berserah diri sepenuhnya.

Allah subhanahuwata’ala memiliki 99 asmaul husna, yaitu sifat-sifat yang dipenuhi dengan kebaikan-kebaikan tak ternilai. Pengetahuan mengenai sifat-sifat Allah akan membantu kita untuk memiliki pengetahuan terbaik dan paling penting untuk mengenal Allah, ma’rifatullah. Kemudian, kita sebagai manusia dengan pengetahuan yang teramat terbatas, berupaya untuk ‘mendengarkan’ dan mengaji kalam Illahi, firman-firman Allah yang isinya penuh dengan kebenaran tentang hidup, dunia, alam semesta dan seluruh isinya sejak penciptaannya. Mashaa’ Allah. Inilah Al Qur’an yang mulia yang Allah sampaikan sebagai petunjuk bagi seluruh manusia melalui Rasulullah shallahu’alaihiwasalam hingga akhir zaman nanti.

Kemudian, senantiasalah menjaga tafakur dan ibadah kita kepada Allah sebagai bentuk penyerahan diri dan menumbuhkan kelekatan dengan Yang Maha Menciptakan. Kita mencoba merasakan bahwa ada Allah bersama kita dalam setiap keadaan, hingga dalam salat kita pun ada lantunan doa yang kita panjatkan sebagai bentuk harapan bahwa tidak ada selain Allah tempat bergantung segala sesuatu dalam setiap keadaan. Ibn al-Qayyim rahimahullah (Anonim, 2025) menyampaikan, “Siapapun mencapai pengenalan Allah melalui nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-Nya, niscaya akan mencintai-Nya”

Penutup

Ibadah kepada Allah yang selalu terjaga dengan kekhusyukan bahwa kita yakin akan kembali kepada Allah akan menghantarkan diri kita untuk semakin mengenal Allah. Inilah yang membawa jiwa kita menjadi senang karena rida Allah kepada kita, sehingga jiwa pun merasakan ketenangan dan kebahagiaan, annafsul muthmainah.

Pada akhirnya, kita pun akan merasa cukup dan senang atas apa yang Allah jadikan dan tetapkan kepada diri kita, baik pada harapan yang terwujud maupun pada kejadian yang tidak kita harapkan. Kebahagiaan ini membantu kita untuk membangun visi diri dalam kehidupan: “Apa yang ingin saya tuju dalam hidup ini?” Hal ini akan membantu kita untuk senantiasa memiliki harapan dan motivasi dalam melewati perjalanan dan ujian dalam kehidupan karena keyakinan ada Allah yang senantiasa menjaga diri kita dan memberikan petunjuk dalam kehidupan. Kita belajar menemukan hikmah dalam setiap keadaan karena senantiasa ada kemurahan dan kasih sayang Allah di dalamnya, Ar Rahman Ar Rahiim

Segala kebenaran adalah milik Allah. Semoga Allah karuniakan pertolongan dalam hidup kita, senantiasa merawat hubungan kita kepada Allah, dan melibatkan Allah dalam setiap keadaan. Dengan demikian, atas izin Allah, kita akan mendapati kebaikan dan kebahagiaan dalam hidup serta mendapati keridaan Allah.

Referensi

Suleiman, O. (2020). Allah Loves. Kube Publishing.

Kehinde, S. (2024). The Loneliness Epidemic: Exploring Its Impact on Mental Health and Social Well-Being in Modern Society. Qeios, 6, 1-19.

Holt-Lunstad, J., & Golant, S. (2023). Our epidemic of loneliness and isolation. Office of the US Surgeon General.

Anonim. (2025, August 12). Knowing Allah: The Soul’s Greatest Need. Retrieved from Life with Allah connecting to the Creator: https://lifewithallah.com/articles/the-pure-heart/knowing-allah-the-souls-greatest-need/