Akhlak Mulia sebagai Ukuran Psikologis Kualitas Hidup Muslim

Akhlak Mulia sebagai Ukuran Psikologis Kualitas Hidup Muslim

 

Pusat Studi Psikologi Islam kembali menggelar kajian rutin tentang Psikologi Islam. Kajian kali ini mengangkat tema tentang “Akhlak Mulia sebagai Ukuran Psikologis Kualitas Hidup Muslim”. Pembicara dalam kegiatan ini menghadirkan pakar pengukuran dari internal dosen psikologi UII, yaitu Irwan Nuryana Kurniawan, S.Psi., M. Si.

 

Disebutkan dalam berbagai hadis bahwa muslim yang baik dan berkualitas ditunjukkan dengan akhlakul karimah yang dimilikinya. Dalam hadis yang diriwayatkan Thirmidzi, Rasulullah bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” Hadis lain yang juga diriwayatkan oleh Thirmidzi, juga menegaskan bahwa aklhak mulia merupakan tolak ukur kualitas muslim yang baik. “Rasulullah bersabda, Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.”

 

Biasanya, dalam psikologi modern, kualitas hidup manusia diukur menggunakan alat ukur WHOQOL (alat ukur Quality of Life yang dikeluarkan oleh WHO) yang mengukur 6 dimensi. Pengukuran-pengukuran kualitas hidup dalam ilmu psikologi modern selama ini memiliki landasan yang berbeda dengan yang ada dalam psikologi Islam.  Itulah sebabnya pengukuran kualitas hidup islami perlu dikembangkan.

 

Saat ini, Irwan Nuryana Kurniawan berkolaborasi dengan Wanadya Ayu Krishna Dewi mengembangkan skala untuk mengukur kualitas hidup muslim dengan berlandaskan Al-Quran dan Hadits. Menurut Wanadya, kualitas hidup muslim merujuk pada “ibadah” seseorang sebagai indikator akhlak. Penegasan bahwa akhlak mulia bersumber pada Al-Quran ditegaskan melalui tanggapan Ummul Mukminin Aisyah ra saat ditanya Jabir bin Nufair mengenai akhlak Nabi Muhammad saw bahwa akhlak beliau adalah Al-Quran (mengacu pada HR. Muslim, HR. Abu Dawud, dan HR. Imam Ahmad). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sumber utama umat Islam untuk memahami secara valid, reliabel, dan komprehensif apa dan bagaimana akhlak mulia dalam perspektif Islam adalah melalui Al-Quran beserta As-Sunnah.

 

Berbeda dengan pengukuran versi Islam, WHOQOL mengukur seberapa puas (how satisfied) orang-orang pada aspek-aspek penting dalam kehidupan mereka. Karena definisi kualitas hidup sangat terfokus kualitas hidup yang “dipersepsikan” responden, maka alat ukur tersebut tidak bisa diharapkan tersedia sebuah alat ukur tentang detail symptom, penyakit, atau kondisi, tetapi lebih kepada dampak-dampak penyakit dan intervensi kesehatan terhadap kualitas hidup. Kualitas hidup tidak dapat disamakan begitu saja sebagai “health status”, “life style”, “life satisfaction”, “mental state” or “well-being“.

 

Muncul beberapa pertanyaan menggelitik terkait pengembangan alat ukur ini, di antaranya ialah mengapa masih perlu mengembangkan alat ukur kualitas hidup muslim? Irwan menjelaskan bahwa akhlak mulia menjadi penentu kesuksesan dan kegagalan dari semua ibadah yang disyariatkan Allah swt. Dicontohkan bahwa saat ada orang menyapa kita dengan perkataan yang buruk atau sengaja memancing amarah, maka kualitas hidup muslin akan terlihat dari cara mereka menanggapi permasalahan tersebut. Allah memerintahkan hamba-Nya untuk menahan diri dan tetap bersikap baik terhadap mereka. Contoh lainnya, seorang muslim rajin beribadah ke masjid dengan sholat berjamaah lima waktu. Sayangnya, ia gemar menyakiti tetangganya. Itulah mengapa kualitas hidup muslim dengan indikator akhlak mulia menjadi penting. Ringkasnya, kualitas hidup muslim yang baik akan ditentukan oleh bagaimana akhlak mulia yang dimilikinya, pungkas Irwan menutup kajian Senin siang itu. ***

 

Pusat Studi Psikologi Islam/

Senin, 15 Juli 2019, 13.00 – 15.30 WIB.