Kisah Membanggakan Mahasiswi Psikologi dalam Kegiatan International Conference Malaysia – Singapura 2025

Dua mahasiswi Program Studi Psikologi Universitas Islam Indonesia (UII), Galoh Sanita (angkatan 2021) dan Luthfiya Martiza Soekarno Putri (angkatan 2024), mengikuti International Conference yang diselenggarakan di Singapura dan Malaysia di tanggal 1-6 Februari, 2025. Selain konferensi, kegiatan ini juga berfokus pada pembentukan leadership empowerment serta melatih keterampilan komunikasi peserta. Rangkaian kegiatan diawali dengan campus visit ke dua universitas yaitu Universiti Malaya (Malaysia) dan National University of Singapore (NUS). Selanjutnya, peserta terlibat dalam kegiatan volunteering mengajar di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL) dan kegiatan terakhir, peserta mengikuti konferensi internasional, di mana peserta dibagi ke dalam beberapa kelompok berdasarkan topik pilihan, seperti ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya.

Foto bersama para peserta international conference

Kegiatan volunteering di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur

Tentunya banyak tantangan serta momen berkesan yang didapatkan Nita dan Luthfiya selama kegiatan. Yuk, simak cerita, pesan, dan kesan dari mereka!

Q : Apa saja kegiatan yang dilakukan selama acara?

Galoh Sanita : “Kegiatan kemarin bukan sebatas konferensi saja, tetapi ada kegiatan lain seperti campus tour ke kedua kampus di sana, Universiti Malaya dan NUS. Kita melihat lingkungan disana, kita sharing kegiatan belajar mengajar disana itu gimana, strugglenya mahasiswa disana gimana, kita juga lihat ruangannya, budayanya mahasiswa belajar di sana gimana. Sebelum conference, kita ada kegiatan volunteer, kita mengajar di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur. Perasaanku senang banget karena aku suka mengajar, terlebih lagi anak-anak disana sangat kooperatif. Cerita-cerita tentang mimpi mereka itu membuat aku sangat tersentuh. Setelah kegiatan volunteer, kita pulang dan mempersiapkan conference. Sebelum konferensi, kami mempersiapkan projek yang bertujuan untuk mengenalkan budaya. Persiapannya cukup lama, hampir 1 bulan sampai akhirnya projek ini dibawa ke konferensi. Selain itu, kita juga buat video champagne serta solusi yang cocok untuk permasalahan itu sampai akhirnya tercetus ide “oke, kita bikin animasi”. Aku juga ingin mengapresiasi seluruh tim karena mereka sangat kooperatif. Jadi, selain leadership dan komunikasi kita juga belajar tentang manajemen teamwork. Aku berusaha membuat projek ini menjadi menyenangkan untuk timku, sehingga saat tiba waktunya kami berangkat conference, kami sudah dalam kondisi yang terbaik. Ini pengalaman yang sangat menyenangkan untuk aku. Harapannya, konferensi ini bisa menjadi wadah latihan sebelum nantinya berangkat ke konferensi yang tingkatannya lebih tinggi lagi.”

Luthfiya : “Kemarin agenda utamanya conference, lebihnya ada city tour dan university visit. Acaranya di Malaysia dan Singapura. Pesertanya semua dari Indonesia dan berbagai macam sekolah.”

Q : Tantangan seperti apa yang dihadapi saat persiapan konferensi ini?

Galoh Sanita : “Tantangannya adalah perasaan ragu dalam hal bahasa. Aku sangat percaya diri dengan bahasa Indonesia, namun aku belum terbiasa dan jarang sekali berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Kemudian, konferensi ini diikuti oleh mahasiswa jurusan Hubungan Internasional atau manajemen International Undergraduate Program, sedangkan aku dan Fya berasal dari jurusan psikologi reguler dan tidak terbiasa menggunakan bahasa Inggris. Tetapi, pikiran “kalau aku tidak mencoba, kapan lagi?” terbesit dalam pikiranku. Sebentar lagi aku akan lulus dan aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan apapun, aku ingin memaksimalkan tahun terakhirku sebagai mahasiswa. Cara aku memaksimalkan tahun terakhirku adalah dengan ikut kegiatan apapun yang membuatku takut, salah satunya kegiatan ini. Aku berpikir bahwa kegiatan ini akan menjadi langkah kecil yang membawa kita ke kesempatan besar seperti pergi ke konferensi yang mengundang pakar-pakar atau mungkin kita akan menjadi salah satu bagian dari pakar-pakar besar tersebut di kemudian hari. Kemudian, tantangan lainnya adalah meyakinkan orang tua hingga akhirnya mengizinkan untuk berangkat pergi ke konferensi karena ini juga kali pertama aku pergi ke luar negeri. Tantangan selanjutnya adalah membuat konten dengan menggunakan bahasa Inggris. Akhirnya, semua aktivitasku menjadi tempat aku belajar bahasa Inggris. Aku tidak begitu menguasai bahasa Inggris tetapi aku berusaha dan bertekad agar aku tetap bisa berangkat. Awalnya aku ragu dan berpikir “apakah aku benar-benar berangkat”, namun aku meyakinkan diriku lagi dengan pikiran kesempatan tidak akan datang dua kali, aku akan lulus setelah ini. Jadi aku memutuskan untuk mencoba, dan jika nanti di jalan aku menemukan ketidaksempurnaan, aku akan belajar dari sana dan pembelajaran itu yang bakal jadi evaluasi untuk membawaku ke jalan yang lain.”

Luthfiya : “Tantangannya dari penataan bahasa, menyamakan tujuan dan konsep dari proyek ini karena anggota kelompok aku dari jurusan dan angkatan yang beda-beda, jadi pendapatnya beragam banget, disitu juga aku banyak belajar.

Q : Momen paling berkesan selama kegiatan?

Galoh Sanita :  “Saat kita membuat pohon mimpi dan kita bertanya ke anak-anak disana ‘mimpimu apa?’, kebanyakan dari mereka ingin menjadi ustazah dan lain-lain. Kita tidak mengecilkan mimpi seseorang, tapi menjadi sadar kalau ternyata pendidikan seberpengaruh itu untuk kita, dari segi cita-cita pun ternyata pendidikan ada pengaruhnya. Semakin besar lingkungan kita, maka semakin besar juga mimpi kita. Aku tidak bisa membayangkan ketika mimpi mereka terbatasi karena ekonomi atau hal lain. Hal itu membuat aku sedih ketika mendengar cerita mereka dengan mimpi sebesar itu, walaupun beberapa orang menganggap itu mimpi yang biasa, tapi menurut aku itu mimpi yang besar buat mereka. Mereka punya mimpi besar itu, tapi mereka kesulitan mengaksesnya. Hal itu membuat aku berpikir ‘ah andaikan sistem pendidikan bisa memfasilitasi mimpi mereka dengan baik’, dan juga karena kita belajar psikologi kita menjadi lebih paham kompleksnya lingkungan dan kompleksnya cita-cita itu. Aku jadi berpikiran ‘mereka akan tumbuh seperti apa ya?’ ‘akan tumbuh dewasa seperti apa, dengan karakter apa, apakah mereka akan tumbuh bersama cita-cita mereka, tumbuh lebih baik atau tumbuh lebih besar lagi cita-citanya, atau justru cita-citanya mengecil?’. Jadi yang membuat aku terkesan adalah ketika mereka menceritakan mimpi mereka dengan gembira dan senang.”

Q : Insight apa yang didapat selama kegiatan?

Galoh Sanita : “Aku jadi lebih semangat untuk ikut acara lainnya, punya pikiran “hmm habis ini kemana ya, habis ini ikut event apa lagi ya”, jadi ingin belajar banyak hal karena bertemu dengan orang-orang besar yang terkadang kita merasa kecil tapi bukan berarti kita harus merasa rendah diri. Dengan perasaan kecil itu kita harus ada kemauan untuk belajar lagi biar ilmu yang kita punya tidak itu itu saja. Jadi, jangan pernah lelah buat belajar, karena kalau sudah ketemu flownya, belajar menjadi hal yang menyenangkan. Insight yang paling aku dapetin itu ‘coba dulu’. Mungkin orang-orang yang ikut kegiatannya juga merasakan, karena ikut event yang menuntut kita harus bicara pakai bahasa Inggris saat kita tidak terbiasa sama hal itu akan menjadi hal yang menakutkan, tapi percaya deh, harus coba dulu. Ketika kita memulai untuk ‘coba dulu’, kita akan prepare dan kita akan terpacu untuk belajar. Aku sekarang memutuskan ikut kelas tambahan bahasa Inggris karena aku mau mempersiapkan kesempatan yang lebih besar lagi di masa depan. ‘Coba dulu’ aja karena tidak akan ada ruginya untuk mencoba. Meskipun, beberapa orang ketika gagal rasanya malu banget, tapi gapapa, kalau kita terus-terusan terjebak dengan rasa itu, kita akan ngestuck, padahal kalau kita bisa menembus tembok malunya, kita akan lebih mudah untuk melangkah lagi. Meskipun di sela-sela percobaan, langkah itu tidak selalu sempurna, tapi sempurna itu akan kita temukan dalam proses ketika kita mengevaluasi.”

Q: Perasaan setelah mengikuti serangkaian acara?

Galoh Sanita : “Aku merasa terinspirasi untuk menjelajahi banyak negara, bukan sekadar liburan tapi untuk belajar disana. Aku merasa tertampar karena selama ini selalu merasa ‘cukup’, padahal masih banyak yang harus dipelajari. Aku menjadi semangat untuk terus  improve apapun yang aku punya sekarang. Perasaanku juga lega, “ternyata aku bisa sampe sini ya” yang sebelumnya aku mengira aku ragu tapi ternyata aku bisa.”

Wow! menarik sekali ya pengalaman dari kedua mahasiswi ini. Ada satu pesan nih yang disampaikan dari Nita untuk teman-teman, “Jangan merasa puas dengan keilmuan yang kita punya, karena belajar di bangku kuliah saja tidak cukup. Kita harus keluar dan mencari tempat belajar


Kegiatan volunteering di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur

Author : Fawazia Zafranti