Kolokium Psikologi Klinis bersama Psikolog Puskesmas Godean di Auditorium FPSB UII

{mosimage} Kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Sleman untuk mewajiban adanya tenaga Psikolog di setiap puskemas memang bukan sekedar “gaya-gayaan’ semata. Fakta di lapangan membuktikan bahwa cukup banyak kasus ‘kejiwaan’ di Puskemas yang membutuhkan layanan jasa psikolog untuk menyelesaikanannya, seperti gangguan kecemasan, psikosomatis, gangguan jiwa, depresi, gangguan perkembangan, gangguan penyesuaian, gangguan tingkah laku, gangguan emosi, Schizophrenia , maupun gangguan neurotik lainnya. Gangguan-gangguan tersebut didapati dalam berbagai rentang usia, baik anak-anak, remaja, dewasa maupun orangtua.

Hal tersebut diungkapkan oleh salah seorang alumni Prodi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia, Mar’atul Khusna, S.Psi., Psikolog pada kegiatan kolokium bidang  Psikologi Klinis yang diselenggarakan pada hari Jum’at, 18 November 2011 di Ruang Auditorium FPSB UII. Alumni angkatan 1997 yang dulu akrab disapa dengan panggilan akrab ‘Nuna’ tersebut  saat ini sedang menjalankan tugas sebagai Psikolog di salah satu Puskesmas di wilayah Sleman.

“Bahkan kita juga harus tahu tentang ilmu reproduksi seperti halnya perhitungan masa subur seorang wanita agar kita bisa memberikan konsultasi kepada pasangan yang mau melangsungkan pernikahan”, tambahnya.

Kepada para peserta kolokium Nuna juga berbagi pengalaman tentang metode-metode yang dipakai dalam penanganan pasien di Puskesmas yang secara garis besar ada 7 metode, yakni Psikoedukasi, brief dynamic psychotherapy, relaksasi, terapi suportif, terapi modifikasi perilaku, CBT dan juga Hypnotherapi.

Namun demikian, seorang Psikolog yang bertugas di Puskesmas juga punya banyak tantangan yang harus dijalani. Stigma masyarakat akan psikolog yang disangkut pautkan dengan gangguan kejiwaan misalnya, sedikit banyak membuat masyarakat enggan untuk melakukan konsultasi atau bahkan hanya sekedar ‘ngobrol/bincang-bincang’ dengan psikolog. Tantangan lain yang tak kalah besar diantaranya adalah penerimaan dari rekan profesi lain di kesehatan, pendanaan kegiatan poli-psikologi, ketersediaan alat-alat psikologi, kerjasama lintas sektoral maupun SOP yang belum terstandar.

“Jika teman-teman ingin benar-benar merasakah asiknya mendalami ilmu psikologi, maka anda bisa menekuni Bidang Psikologi Klinis”, imbaunya. Di sesi akhir Nuna juga menyampaikan adanya sinyal positif dari pemerintah untuk mengangkat tenaga Psikolog Puskesmas sebagai Pegawai Negeri Sipil di tahun yang akan datang. 

Undangan Temu Alumni FPSB UII Tahun 2011

Hari         :  Sabtu

Tanggal    :  10 Desember 2011

Waktu     :   Pkl. 08.30 – 14.30 WIB

Tempat    :   Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia,

                  Jl. Kaliurang Km. 14,5 Yogyakarta.

Acara      :   Silaturrahmi, ramah tamah, sharing pengalaman, jumpa tokoh

                  (Prof. Djamaluddin Ancok, Masduki, MA, Puji Rahayu, MLST, dll).

Mohon bantuan temen-2 ALUMNI untuk menyebarkan UNDANGAN TEMU ALUMNI FPSB UII Tahun 2011 ini. Konfirmasi rencana kehadiran ketik : Hadir # Nama#Angkatan#  Kirim ke 0815-797-3-272 (Widodo HP), 081-328-046-376 (Nita Tri Mulyaningsih/Alumni angkatan 2002)

Demikian Undangan SILATURRAHMI ini kami sampaikan. Atas perhatian dan  bantuan yang diberikan kami ucapkan banyak terima kasih. Teriring semoga bantuan yang diberikan akan dicatat Allah SWT sebagai pahala “Penyambung Silaturrahmi”. Amiin…

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh.

Hormat saya,

Widodo HP

 

Keterangan :

Disediakan : Bakso, Soto, Angkringan, dll.

Hati-hati Penipuan Via SMS/Telpon Yang Mengatasnamakan Pimpinan UII !

Apabila menerima pemberitahuan atau permintaan terkait dengan transaksi uang, agar mengkonfirmasi terlebih dahulu kepada pihak yang kompeten tentang kebenara hal tersebut.

Tidak memberikan data apapun kepada pihak luar Universitas Islam Indonesia (UII) tanpa melalui prosedur administrasi yang semestinya, karena dapat disalahgunakan.

Apabila pemberitahuan yang diterima dengan cara mengatasnamakan pejabat UII, mohon konfirmasi terlebih dahulu kepada pejabat atau pegawai yang menjadi staf pada unit yang dipimpinnya.

Kepada para mahasiswa/mahasiswi dihimbau untuk waspada dan berhati-hati terhadap pihak-pihak yang belum diketahui jelas identitasnya, yang menginformasikan dan atau menawarkan sesuatu serta meminta data diri Saudara, karena dapat dimanfaatkan untuk tujuan tidak terpuji.

Adapun modus kejahatan yang dilakukan dalam kejadian beberapa waktu lalu yang menimpa mahasiswa FPSB UII kurang lebih sebagai berikut :

Mahasiwa X: Mendapat telepon saat sedang mengendarai kendaran. Si penelepon memastikan nama korban dan menyatakan untuk keperluan beasiswa maka korban diharapkan untuk mengikuti “seminar beasiswa” dengan membayar sejumlah uang (secara transfer via ATM). Pelaku juga sempat menanyakan saldo atm korban (mahasiswa X). Korban diminta segera ke ATM untuk mentransfer sejumlah uang sebagai bea pendaftaran seminar. Dengan dipandu pelaku, korban seolah tak berdaya mengikuti kemauan pelaku untuk memencet kode-kode tertentu sehingga korban merasa “hanya mentransfer 18 ribu rupiah”. Namun setelah di cek transaksi sebenarnya, ternyata korban mentransfer sebesar “Rp 18.000.000,-“.

Mahasiswa Y: Mendapat telepon ke ATM dalam rangka proses transfer beasiswa. Dengan dipandu si penelepon, korban memencet kode-kode tertentu yang pada akhirnya justeru menguras saldo rekening miliknya. Korban bahkan sempat meminjam ATM kakaknya untuk proses yang sama.

Kolokium Prof. Dr. Hora Tjitra Dosen Zhejiang University di Ruang Auditorium Lt.3 FPSB UII

{mosimage}Kedatangan Prof. Hora Tjitra bersama istri (sebelum memberi materi qollokium), disambut hangat oleh Wakil Rektor I, Nandang Sutrisna, SH. MHum. LLM. Ph.D ., Wakil Rektor III, Ir. Bachnas MSc, Dekan FPSB UII, Sus Budiharto, S.Psi., M.Si., Psikolog, Direktur Program Pascasarjana Magister Psikologi Profesi FPSB UII, RA. Retno Kumolohadi, S.Psi., M.Si., Psikolog beserta staf rektorat dan juga staf pengajar FPSB UII di R. Sidang VIP Gedung Rektorat Lt.3. Pada kesempatan ini, Wakil Rektor I berharap agar ke depan dapat terwujud sebuah kerjasama nyata antara Zhenjiang University dengan Universitas Islam Indonesia yang diharapkan dapat membawa kemajuan bagi kedua Universitas, baik dalam bidang keilmuan Psikologi  maupun keilmuan lainnya.

“Saya sekolah hingga SMP di Surabaya. Kemudian saya melanjutkan SMA di Bali. Lulus SMA saya langsung melanjutkan studi S1, S2 dan S3 di Jerman. Saya sudah tinggal di Jerman selama 14 tahun.  Di Jerman saya sempat bekerja sebagai consultant management di PricewaterhouseCoopers dan Change International sebelum akhirnya diminta oleh Zhenjiang University sebagai Guru Besar. Zhenjiang University sendiri berada di kota wisata Hangzhou. Istri saya  juga berasal dari kota Hangzhou.  Dia dulu adalah guru bahasa China saya,” paparnya saat memperkenalkan diri yang segera disambut dengan senyum oleh wakil rektor, dekan dan staf yang ada di ruangan tersebut.   

Usai beramah tamah dengan pimpinan Universitas Islam Indonesia, Associate Professor for Applied Psychology, Zhejiang University, China tersebut segera menyambangi peserta qollokium yang sudah menantinya di R. Auditorium FPSB UII. Dalam ceramahnya, Profesor yang banyak membantu perusahaan-perusahaan multinasional  untuk tema kebudayaan, transformasi dan kepemimpinan tersebut mengatakan bahwa orang-orang Indonesia sebenarnya memiliki modal yang sangat luar biasa untuk menjadi pemimpin di era new globalism. Hal ini didasarkan pada kenyataan adanya nilai toleransi yang besar pada masyarakat Indonesia terhadap berbagai kebudayaan yang ada. “Masyarakat kita yang begitu majemuk telah sangat terbiasa dengan perbedaan budaya yang ada. Hal ini menurut saya bisa menjadi modal semacam sensitivity (rasa) untuk mendeteksi permasalahan ataupun problem-problem budaya. Dengan sensitivity, seharusnya pula orang-orang Indonesia akan lebih mudah untuk menjadi pemimpin perusahaan-perusahaan besar di Dunia. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa tidak banyak pemimpin dari Indonesia yang muncul di kancah internasional? Inilah yang mendorong saya untuk melakukan penelitian “Building Global Competence for Asian Leaders” yang didukung (dibiayai) oleh Human Capital Leadership Institute, Singapura”, paparnya.

Dalam kesempatan tersebut, Prof Hora memberikan salah satu contoh perbedaan budaya tentang pemberian kepercayaan yang ada antara Indonesia dengan China. Di Indonesia menurutnya orang akan cenderung memberikan kepercayaan dulu pada  seseorang sambil diawasi, sedangkan di China kepercayaan tersebut diberikan saat seseorang berhasil melewati berbagai test yang diberikan. Namun demikian, jika seseorang sudah dipercaya oleh orang China, maka apapun akan benar-benar diserahkan kepada seseorang tersebut. Ini berbeda dengan di Indonesia, dimana orang yang sudah dipercaya sekalipun tetap akan di monitoring.