Kuliah Umum Fakultas Psikologi 2025 – AI in Action: Ethics, Challenges, and Capacity Building
Pada 20 September 2025, Fakultas Psikologi UII mengadakan kuliah umum di Auditorium Kahar Muzakkir dengan tema “AI in Action: Ethics, Challenges, and Capacity Building“. Tema ini diangkat karena penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam dunia perkuliahan masih terus menimbulkan pro dan kontra. AI pada dasarnya diciptakan untuk membantu manusia mengolah informasi, tetapi seringkali disalahgunakan untuk mencari jawaban instan dari tugas yang diberikan dosen tanpa memvalidasi kebenaran atau kelayakan sumbernya. Sebagai generasi muda, penting bagi kita untuk bersikap kritis dan bertanggung jawab dalam penggunaan AI. Namun, langkah pertama yang perlu kita lakukan adalah memahami cara kerja AI itu sendiri.
Kuliah umum ini diisi oleh Bapak Mukhammad Andri Setiawan, S.T., M.Sc., Ph.D., selaku Kepala Badan Sistem Informasi Universitas Islam Indonesia, dan dimoderatori oleh Ibu Dr. Phil. Emi Zulaifah, M.Sc., Psikolog, seorang dosen dari Fakultas Psikologi UII. Dalam paparannya, Bapak Andri menjelaskan bahwa AI merupakan bagian dari spektrum yang lebih luas, seperti machine learning. Hal ini membuat AI mampu menghubungkan dan memprediksi kata-kata sesuai dengan konteks budaya. Ada hubungan erat antara individu yang mencari informasi dan budaya tempat tinggalnya. Namun, AI tidak memiliki basis pengetahuan dan kesadaran, itulah yang membedakan manusia dengan AI. Beliau juga memaparkan perbedaan antara AI dan search engine. AI memiliki kemampuan untuk memprediksi kata berikutnya, sedangkan search engine hanya mengindeks dokumen dan mengembalikan tautan atau cuplikan dari sumber terverifikasi. Oleh karena itu, saat kita mencari sesuatu, Google hanya akan memberikan sumber yang sesuai dengan kata kunci kita.
Bapak Andri juga membahas isu etika seputar penggunaan AI, seperti tidak adanya pihak yang bertanggung jawab atas orisinalitas konten, potensi penurunan pemahaman materi pada mahasiswa, dan kurangnya transparansi mengenai waktu dan tempat dimana mahasiswa diperbolehkan menggunakan AI. Beliau menekankan bahwa mahasiswa yang bijak seharusnya menggunakan AI sebagai alat bantu untuk brainstorming, bukan sekadar meminta jawaban tugas.
Meskipun begitu, AI juga bersifat non-deterministik, artinya setiap orang bisa mendapatkan jawaban yang berbeda-beda, disesuaikan dengan pertanyaan yang diajukan. AI juga cenderung tendensius, bisa memiliki kecenderungan tertentu sesuai dengan apa yang kita cari. Di sisi lain, AI memiliki dampak positif bagi pembelajaran, seperti membantu mahasiswa mempelajari hal baru, menganalisis laporan, mencari sumber literatur, mengoreksi tata bahasa, hingga mengubah format dokumen.
Pada sesi tanya jawab, seorang mahasiswa Psikologi angkatan 2025, Muhammad Firas, menanyakan topik tentang kreativitas. “Sejak tadi kita belum membahas tentang cabang inteligensi yaitu seni. Menurut saya, AI sudah berkembang pesat dan menjadi tren di dunia seni, sehingga penggunaannya tidak dapat dihindari. Bagaimana pendapat Bapak tentang penggunaan AI di bidang seni?” tanyanya.
Menanggapi pertanyaan Firas, Bapak Andri kembali menjelaskan cara kerja AI. “AI itu mempelajari sesuatu berdasarkan konteks, sehingga kurang memiliki orisinalitas dan hanya meniru karya yang sudah ada,” jawabnya. Ibu Emi Zulaifah menambahkan, “Seni berguna untuk mengekspresikan perasaan kita, namun AI tidak punya perasaan, sehingga seni yang ditampilkan tidak memiliki emosi.”
Melalui kuliah umum ini, mahasiswa tidak hanya mempelajari cara kerja AI secara umum, tapi juga memahami etika penggunaan AI dalam dunia perkuliahan. AI seharusnya tidak dipandang sebagai ancaman yang mengurangi kualitas pendidikan, melainkan sebagai peluang yang dapat memperkaya proses pembelajaran apabila digunakan dengan benar. Dengan sikap kritis, bijak, dan penuh tanggung jawab, mahasiswa diharapkan mampu menjadikan AI sebagai alat dalam mencapai tujuan akademik. Pada akhirnya, kemajuan teknologi ini akan semakin bermakna jika dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan ilmu pengetahuan sekaligus meneguhkan peran manusia sebagai subjek utama dalam proses pendidikan.
Author
Rahma Raisa