DAISY #2 : Berkenalan Juara 1 Psy-Paper KIMPSI

DAISY #2 : Berkenalan Juara 1 Psy-Paper KIMPSI

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Aura Nabila, Nasywa Aiko Putri, dan Stana Nafisah mahasiswa prodi Psikologi 2018  akan menjemput juara 1 dalam lomba Psy-Paper KIMPSI (Karya Ilmiah Mahasiswa Psikologi Indonesia) Nasional. Kompetisi ini diselenggarakan oleh Universitas Islam Riau pada tanggal 1 Agustus-30 September 2020. Kategori Psy-paper sendiri adalah lomba hasil penelitian bidang psikologi konvensional dan islam.

Team Psy-paper UII awalnya belum mengetahui adanya kompetisi KIMPSI. Awal mula pembuatan naskah penelitian untuk lomba tersebut bermula dari tugas kelompok mata kuliah psikologi islam berupa pembuatan makalah. Tugas ini memiliki format yang sama dengan persyaratan lomba dan kemudian dosen pengampu menyampaikan perihal KIMPSI dan meminta team untuk melanjutkan makalah tersebut hingga lolos seleksi dari fakultas.

Makalah yang awalnya dibuat untuk memenuhi tugas, akhirnya mempunyai tujuan untuk membanggakan nama UII.

Judul paper yang diangkat adalah “Keikhlasan dan Kebahagiaan pada Mahasiswa Yogyakarta”. Team Psy-paper UII meneliti bagaimana keikhlasan dapat mempengaruhi kebahagiaan mahasiswa di Yogyakarta dengan jenis penelitian kuantitatif. Pengambilan data diambil menggunakan pengisian google form dan memiliki responden sejumlah 154 mahasiswa. Indikator responden yaitu dengan rentang umur 18-23 tahun karena dilandasi oleh salah satu teori yang menyebutkan bahwa terdapat tugas pada masing-masing tahapan perkembangan.

Dalam pembuatan naskah lomba team Psy-paper memiliki tantangan tantangan tersendiri. Dalam prosesnya team Psy-paper baru mendapatkan mata kuliah Penelitian Kuantitatif dan Statistik pada saat pembuatan naskah. Kemudian hal ini menjadi pengalaman langsung untuk megaplikasikan teori dari mata kuliah tersebut.

Karena adanya pandemi yang mengharuskan seluruh mahasiswa UII untuk melakukan kuliah secara online di rumah masing-masing, tentu membuat komunikasi menjadi terkendala. Dengan Aura di Yogyakarta, Nasywa yang tinggal di Madiun dan Stana yang pulang ke Tasikmalaya, mereka berusaha untuk saling mengingatkan dan berbagi progress pekerjaan. Selain itu mereka juga sepakat untuk menetapkan tenggat waktu masing-masing tugas agar bisa mendapatkan feedback dari dosen pembimbing dan melakukan revisi.

Dengan mengikuti lomba KIMPSI ini, team Psy-paper juga membutuhkan manage waktu yang ketat untuk melakukan pengerjaan naskah lomba disela-sela banyaknya tugas kuliah online dan periode key-in.

“Memang iya mengerjakan tugas untuk memenuhi nilai, tapi jika tugas dikerjakan dengan maksimal dan bisa untuk hal lain kenapa tidak?” – Nasywa Aiko Putri

“Selagi masih ada kesempatan kenapa kita tidak coba dulu. Jangan banyak memikirkan hal-hal yang bisa saja belum tentu terjadi. Kalau dijalani bersama-sama pasti ada jalan” – Stana Nafisah

“Mengerjakan sesuatu dengan maksimal yang bukan berarti perfect. Selalu mencoba semua kesempatan karena kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi dan berserah diri pada Allah” –Aura Nabila

Penulis : Zettira geraldine dan Salsa Maulidya Nur Russandari

DAISY #1: Penelitian Bersama Anak

DAISY #1: Penelitian Bersama Anak

 

Penelitian bersama anak-anak memiliki ciri khas yang berbeda dengan penelitian bersama orang dewasa, baik secara metode maupun kode etik.

Hak anak untuk menyampaikan opininya dan hak anak untuk didengarkan oleh orang dewasa (The United Nations Convention on the Rights of the Child (UNCRC)).

Anak-anak dapat diajak untuk melakukan penelitian bersama, bukan hanya anak sebagai objek penelitian. Anak-anak bisa mengkonstruk pengetahuannya sendiri dan menyuarakan mengenai apa yang dirasa serta apa yang dipikirkannya. Namun, tidak lupa juga untuk memperhatikan hak yang dimiliki anak.

Hal itu terungkap dalam Webinar Daring Series-3 yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Anak dan Keluarga UII (PUSKAGA UII), Sabtu (19/09/2020). Webinar yang bertajuk “Metode dan Etika Penelitian Mengenai Anak-anak” ini sebagai penutup rangkaian Webinar Daring Series yang diselenggarakan sebelumnya dengan menghadirkan dua narasumber, yaitu Dosen Psiologi UGM Elga Andriana, S.Psi., M.Ed., Ph.D  dan Dosen Psikologi UII Dr.rer.nat. Dian Sari Utami, S.Psi., M.A.

“Penelitian Bersama Anak: Metode dan Aplikasinya”

Elga Andriana, S.Psi., M.Ed., Ph.D   mengungkapkan salah satu metode penelitian bersama anak yaitu metode Photovoice. Metode Photovoice merupakan metode yang melibatkan anak sebagai peneliti aktif, dimana anak mencari datanya. Anak-anak yang berada pada jenjang Sekolah Dasar (SD) diminta untuk menggambar serta anak-anak yang berada pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diminta untuk mengambil foto, kemudian mereka akan menceritakan mengenai apa yang digambar dan difoto. Metode ini dapat mengungkapkan mengenai apa yang dipikirkan dan dirasakan anak tentang suatu hal.

“Pertimbangan Etika Penelitian Mengenai Anak”

Bersama Dr.rer.nat. Dian Sari Utami, S.Psi., M.A. membahas mengenai bagaimana etika penelitian yang dilakukan bersama dengan anak seperti pentingnya memakai informed consent, hal-hal penting yang harus diperhatikan ketika penelitian bersama anak, bagaimana resiko penelitian bersama anak, durasi penelitian dan lain sebagainya. Penelitian bersama anak harus memperhatikan kesejahteraan anak, jangan sampai anak-anak kelelahan karena mengikuti penelitian ini.

Webinar Daring Series-3 diikuti kurang lebih 30 peserta dari dosen, peneliti, dan mahasiwa, Penyelenggara mengungkapkan webinar ini sangat mendalam dan efektif, banyak dialog dan diskusi antara pembicara dan peserta. Bahkan setelah webinar ini berlangsung, beberapa pihak saling mengajak untuk bekerjasama membuat penelitian.

By Winda Haniifah Permatasari, Ardhito Faza Akhnaf

The 2nd IICIP November 7th-21st

 

Department of Psychology, Universitas Islam Indonesia, in collaboration with International Institute of Islamic Thought- Indonesia and International Association of Muslim Paychologists (IAMP) presents:✨
The 2nd International Intensive Course on Islamic Psychology (IICIP)
November 7th – 21st, 2020 (every Saturday and Sunday)

Over the years, Psychology Program at Universitas Islam Indonesia has become a pioneer in developing Islamic Psychology since its inception in 1995. Supporting the development of Islamic Psychology to be more established and able to give wider benefits for the people at large is one of the main purposes of our research and teachings in the Psychology Program, Faculty of Psychology and Social Cultural Sciences (FPSCS) UII. A few international agendas that are relevant to strengthen Islamic Psychology has been held recently.

You are hereby invited to the biggest Islamic Psychology virtual event in 2020. Experience an intensive learning with the best of Islamic Psychology educators from all around the world.

?️ INSTRUCTORS
▪️Prof. Dr. Amber Haque (Doha Institute for Graduate Studies, Qatar)
▪️DR. Sus Budiharto (UII, Vice Chairman of Islamic Psychology Association, Indonesia)
▪️DR. Rania Awaad (Stanford University, Centre for Muslim Mental Health, USA)
▪️Prof. Dr. Suleyman Derin (Marmara University, Istanbul)
▪️Assoc. Prof. Dr. Olga Pavlova (Moscow State University for Psychology and Education, Association of Psychological Assistance for Muslims- Russia)
▪️Assoc. Prof. Dr. Shukran Abdul Rahman (IIUM-Malaysia)
▪️DR. Bagus Riyono (Gadjah Mada University, President of IAMP)
▪️Hanan Dover (Psychcentral, Sydney, Australia, Vice President of IAMP)
▪️and other speakers on schedule.

? TOPICS
▪️Foundation of Islamic Psychology
▪️The Contribution of Islamic Scholars for Islamic Psychology
▪️Islamic Psychotherapy
▪️Islamic Educational Psychology
▪️Islamic Psychology Counselling
▪️The Psychology of Ibada
▪️Akhlaqul Karima : A Concept for Building Moral Excellence
▪️Islamic Psychology for Community Empowerment
▪️Islamic Psychology for Industries and Organization
▪️Learning from Muslim Cases : Assessment and Intervention
▪️Other topics on schedule.

✏️ REGISTRATION
This program will be conducted virtually via Zoom Meetings for limited seat. You can choose one package from two kind of participation below:

? SHORT COURSE PACKAGE
Participants can engage in online short course for five days, start from November 7th to November 21st. There will be ten class on every Saturday and Sunday, from 09.00 AM to 04.00 PM (WIB/ Western Indonesian Time), with two sessions for each day. By completing this program, participants will obtain an e-certificate weighted 2 credit units.
?Registration fee : IDR – Rp 500.000,-

? DAILY PACKAGE
Participants only register for two sessions in a one day schedule. Participants only receive an e-certificate without credit units.
?Registration fee : IDR – Rp 100.000,- /day

? Registration is closed on November 4th, 2020
The committee may close registration earlier if the seat is full before the date.
Schedule and registration form available in : bit.ly/IICIP2020_REG

? CONTACT US
For more inquiries: bit.ly/IICIP2020_QA (WhatsApp message only), or
[email protected] (committee representative)
Updates on our official Instagram: @iicip2020
Department of Psychology UII website: psychology.uii.ac.id

KULIAH UMUM MAHASISWA PSIKOLOGI UII 2020

SEMINAR TUMBUH KEMBANG ANAK

SEMINAR TUMBUH KEMBANG ANAK: PRESPEKTIF MEDIS DAN PSIKOLOGI

DAN

ISLAMIC PARENTING CLASS: MEMAHAMI PENGASUHAN ANAK USIA DINI DAN REMAJA DALAM SUDUT PANDANG ISLAM

 

Puji syukur pada Tuhan yang Maha Esa karena Seminar Tumbuh Kembang Anak dan Islamic Parenting Class telah berjalan dengan lancar dan sukses pada akhir pekan lalu, yaitu Sabtu, 23 November 2019. Acara ini diselenggarakan di Hotel Grand Dafam.

Kegiatan ini diadakan sebagai bentuk perwujudan kepedulian terhadap tumbuh kembang anak serta pola asuh yang tepat bagi anak yang dapat berguna bagi para mahasiswa atau generasi muda calon ayah dan ibu ataupun orangtua yang telah memiliki anak.

Acara ini pun menghadirkan pembicara yang inspiratif sesuai bidangnya masing-masing seperti Dr. Tien Budi Febriani, M.Sc., Sp.A, Resnia Novitasari, S.Psi., MA, Irwan Nuryana Kurniawan, S.Psi., M. Si., Diah Mahmudah, S.Psi., Psikolog, untuk berbagi ilmu pengetahuan mengenai tumbuh kembang anak dari perspektif medis dan psikologi serta yang tak kalah pentingnya adalah mengenai pengasuhan islami.

Salah satu kalimat yang berkesan dari pembicara adalah “Cara memperkenalkan anak kepada Tuhan itu bisa dilakukan dengan menumbuhkan cinta kepada-Nya, bukan dengan ditakut-takuti melalui larangan-larangan, misalnya “jangan gitu nanti Allah maah, jangan gitu Allah tidak suka nanti kamu masuk neraka”, karena ketika ditakut-takuti seperti itu anak bisa menganggap Allah itu kejam, jahat. Berbeda dengan mengajarkan anak untuk cinta. Cinta yang tumbuh besar justru yang akan menumbuhkan rasa takut. Takut untuk mengecewakan Allah”, ungkap salah satu peserta seminar.

PUSAT STUDI PSIKOLOGI ISLAM MENGGELAR WORKSHOP PENDEKATAN STUDI ALQURAN UNTUK PENGEMBANGAN PSIKOLOGI

PUSAT STUDI PSIKOLOGI ISLAM MENGGELAR WORKSHOP PENDEKATAN STUDI ALQURAN UNTUK PENGEMBANGAN PSIKOLOGI

 

Sebagai rangkaian dari workhop pendekatan studi Alquran dan hadis, Pusat Studi Psikologi Islam kembali mengadakan workshop kedua, yaitu pendekatan metodologi studi Alquran terutama dalam mendukung penelitian-penelitian psikologi Islam berbasis Alquran.

 

Workshop ini diselenggarakan pada tanggal 28 september 2019 di Santika Hotel Yogyakarta. Pembicara workshop ini ialah guru besar Psikologi Islam, Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA. Workshop ini bertujuan mengenalkan pendekatan studi Alquran untuk  pengembangan psikologi kepada dosen-dosen psikologi UII.

 

Sebagai profesor pertama di Indonesia bidang Psikologi Islam, Prof. Mubarok menjelaskan bahwa perkembangan psikologi Islam di Indonesia belum sinergis atau belum terlalu nampak. Hal itu dapat dilihat dalam minimnya peserta dalam penyelenggaraan seminar-seminar psikologi Islam. Dalam workshop ini, Prof. Mubarok mengajak para dosen untuk membangun psikologi Islam berbasis Alquran karena Alquran bagi ummat Islam merupakan petunjuk, panduan, obat penawar, peringatan dan penjelasan tentang segala sesuatu.

 

Prof. Mubarok menjelaskan bahwa untuk memahami psikologi maka perlu pengetahuan tentang konsep manusia dan jiwa dan menggalinya melalui Alquran. Alquran menyebut manusia sebagai basyar, insan, unas dan banī Ādam. Sedangkan jiwa, dalam Alquran disebut dengan nafs. Kata nafs dalam Alquran mengandung beberapa arti di antaranya nafs al-muṭmainnah (jiwa yang tenang), nafs sebagai totalitas, dan nafs sebagai ruh (dari ayat akhrijū anfusakum).

 

Cara untuk mengetahui karakteristik manusia dan jiwanya dalam metodologi Qurani adalah dengan melihat apa yang difirmankan Allah dalam kalam-Nya tentang manusia dan jiwanya. Dalam proses memahami Alquran, kita diperbolehkan melakukan penghayatan diri sendiri atas apa yang dialami sebagai makhluk psikologis, dan juga diperbolehkan merujuk pandangan para ahli psikologi. Metode memahami gagasan Alquran tentang sesuatu disebut dengan istilah tafsir maudhū’i atau tafsir tematik. Di akhir sesi, Prof. Mubarok memberi waktu kepada para dosen untuk membentuk tim kolaborasi penelitian tentang psikologi Islam. Dari workshop tersebut outcome yang diperoleh ialah terkumpulnya 16 judul penelitian dengan 16 tim peneliti yang diharapkan dapat ditindaklanjuti setelah workshop selesai. ***

 

Pusat Studi Psikologi Islam

Sabtu, 28 September 2019

Hello world!

Welcome to Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Sites. This is your first post. Edit or delete it, then start writing!

Akhlak Mulia sebagai Ukuran Psikologis Kualitas Hidup Muslim

Akhlak Mulia sebagai Ukuran Psikologis Kualitas Hidup Muslim

 

Pusat Studi Psikologi Islam kembali menggelar kajian rutin tentang Psikologi Islam. Kajian kali ini mengangkat tema tentang “Akhlak Mulia sebagai Ukuran Psikologis Kualitas Hidup Muslim”. Pembicara dalam kegiatan ini menghadirkan pakar pengukuran dari internal dosen psikologi UII, yaitu Irwan Nuryana Kurniawan, S.Psi., M. Si.

 

Disebutkan dalam berbagai hadis bahwa muslim yang baik dan berkualitas ditunjukkan dengan akhlakul karimah yang dimilikinya. Dalam hadis yang diriwayatkan Thirmidzi, Rasulullah bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” Hadis lain yang juga diriwayatkan oleh Thirmidzi, juga menegaskan bahwa aklhak mulia merupakan tolak ukur kualitas muslim yang baik. “Rasulullah bersabda, Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.”

 

Biasanya, dalam psikologi modern, kualitas hidup manusia diukur menggunakan alat ukur WHOQOL (alat ukur Quality of Life yang dikeluarkan oleh WHO) yang mengukur 6 dimensi. Pengukuran-pengukuran kualitas hidup dalam ilmu psikologi modern selama ini memiliki landasan yang berbeda dengan yang ada dalam psikologi Islam.  Itulah sebabnya pengukuran kualitas hidup islami perlu dikembangkan.

 

Saat ini, Irwan Nuryana Kurniawan berkolaborasi dengan Wanadya Ayu Krishna Dewi mengembangkan skala untuk mengukur kualitas hidup muslim dengan berlandaskan Al-Quran dan Hadits. Menurut Wanadya, kualitas hidup muslim merujuk pada “ibadah” seseorang sebagai indikator akhlak. Penegasan bahwa akhlak mulia bersumber pada Al-Quran ditegaskan melalui tanggapan Ummul Mukminin Aisyah ra saat ditanya Jabir bin Nufair mengenai akhlak Nabi Muhammad saw bahwa akhlak beliau adalah Al-Quran (mengacu pada HR. Muslim, HR. Abu Dawud, dan HR. Imam Ahmad). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sumber utama umat Islam untuk memahami secara valid, reliabel, dan komprehensif apa dan bagaimana akhlak mulia dalam perspektif Islam adalah melalui Al-Quran beserta As-Sunnah.

 

Berbeda dengan pengukuran versi Islam, WHOQOL mengukur seberapa puas (how satisfied) orang-orang pada aspek-aspek penting dalam kehidupan mereka. Karena definisi kualitas hidup sangat terfokus kualitas hidup yang “dipersepsikan” responden, maka alat ukur tersebut tidak bisa diharapkan tersedia sebuah alat ukur tentang detail symptom, penyakit, atau kondisi, tetapi lebih kepada dampak-dampak penyakit dan intervensi kesehatan terhadap kualitas hidup. Kualitas hidup tidak dapat disamakan begitu saja sebagai “health status”, “life style”, “life satisfaction”, “mental state” or “well-being“.

 

Muncul beberapa pertanyaan menggelitik terkait pengembangan alat ukur ini, di antaranya ialah mengapa masih perlu mengembangkan alat ukur kualitas hidup muslim? Irwan menjelaskan bahwa akhlak mulia menjadi penentu kesuksesan dan kegagalan dari semua ibadah yang disyariatkan Allah swt. Dicontohkan bahwa saat ada orang menyapa kita dengan perkataan yang buruk atau sengaja memancing amarah, maka kualitas hidup muslin akan terlihat dari cara mereka menanggapi permasalahan tersebut. Allah memerintahkan hamba-Nya untuk menahan diri dan tetap bersikap baik terhadap mereka. Contoh lainnya, seorang muslim rajin beribadah ke masjid dengan sholat berjamaah lima waktu. Sayangnya, ia gemar menyakiti tetangganya. Itulah mengapa kualitas hidup muslim dengan indikator akhlak mulia menjadi penting. Ringkasnya, kualitas hidup muslim yang baik akan ditentukan oleh bagaimana akhlak mulia yang dimilikinya, pungkas Irwan menutup kajian Senin siang itu. ***

 

Pusat Studi Psikologi Islam/

Senin, 15 Juli 2019, 13.00 – 15.30 WIB.

PUSAT STUDI PSIKOLOGI ISLAM MENGKAJI ‘AKHLAK’ SEBAGAI KEKHASAN PSIKOLOGI UII

PUSAT STUDI PSIKOLOGI ISLAM MENGKAJI ‘AKHLAK’ SEBAGAI KEKHASAN PSIKOLOGI UII

Pusat Studi Psikologi Islam menggelar kajian rutin “Psychology for Theaching and Learning” dengan mengangkat tema terkait akhlak. Kajian ini dlaksanakan pada senin, 29 April 2019, pukul 13.00 – 15.30 WIB. Kajian tersebut diisi oleh pembicara Dr. Ahmad Rusdi, S.Psi., S.Sos., MA.,Si., dari internal dosen psikologi UII.

Kajian akhlak ini penting karena program studi psikologi UII menekankan kekhasan psikologi Islam yang diusungnya pada ‘akhlak mulia’. Untuk itu, pembahasan tentang akhlak dijadikan topik pembahasan paling awal setelah landasan filosofis psikologi Islam agar pemahaman psikologi Islam dan pengembangannya di lingkungan psikologi UII menjadi kuat berakar dan mendasar.

Rusdi menjelaskan definisi akhlak yaitu, bentuk/struktur di dalam diri yang rāsikhah (mengakar permanen) yang mendorong perilaku spontan (suhūlah) dan mudah (yusrin) tanpa hajat/pamrih, tanpa dipikirkan, dan tanpa memerlukan perenungan/ide terlebih dahulu atau dalam arti singkat akhlak merupakan dorongan jiwa yang mendorong tindakan otomatis.

Berdasarkan konteks makro dan dalam level interaktif, ilmu akhlak (etika) merupakan ilmu praktis agar manusia menjadi baik. Terdapat tahapan dalam menerapkan ilmu akhlak dari mulai level individu, level keluarga (al-iqtisodiyah/ekonomi), hingga level masyarakat (al-siyāsah). Rusdi menyampaikan bahwa ilmu agar seseorang menjadi baik adalah ilmu akhlak, ilmu agar keluarga menjadi baik adalah dengan mempelajari al-iqtiṣādiyah (ilmu tentang ekonomi keluarga), dan ilmu agar masyarakat menjadi baik adalah dengan mempelajari al-siyasah (ilmu politik).

Mengutip pendapat Ibnu Miskawaih, pembicara menjelaskan bahwa akhlak didasarkan pada aspek paling utama dalam diri manusia yaitu jiwa (nafs). Ibnu Miskawaih membagi daya jiwa manusia menjadi tiga. Pertama, daya rasional (al-Nafs al-Nātiqah) yaitu menjadi dasar berfikir, membedakan, dan menalar hakikat sesuatu. Kedua, daya animal (al-Nafs aal-ḥayawaniyyah/ al-ghaḍabiyyah) yaitu menjadi dasar kemarahan, tantangan, keberanian atas hal-hal yang menakutkan, keinginan dan berbagai macam kesempurnaan pengendalian gerak. Ketiga, daya vegetatif (al-naf al-nabātiyyah/ al-shahwiyyah) yaitu jiwa yang menjadi dasar shahwat. Jiwa tersebut mendorong untuk saling berdesakan dan merebut posisi, tetapi apabila dapat seimbang di antara ketiganya maka tercapailah keutamaan (fadhilah) dan kebaikan pada manusia, yaitu ḥikmah (bijaksana), shajā’ah (keberanian), ‘iffah (kehormatan diri) dan sakhā (kedermawanan).

Rusdi menjelaskan sifat utama (fadhilah) berdasarkan Ibnu Miskawaih yaitu menekankan pada posisi pertengahan dan keseimbangan (al-‘adālah). Jiwa manusia selalu dilingkupi oleh dua ekstrim (ekstrim kelebihan/kanan dan kekurangan/kiri). Posisi tengah merupakan posisi utama diantara ekstrim berlebihan/kanan atau ekstrim kekurangan/kiri dari jiwa manusia. Posisi tengah merupakan prinsip umum sifat keutamaan. Oleh sebab itu, ketika manusia condong ke satu ekstrim, maka akan menghilangkan sisi-sisi keutamaannya. Ia mencontohkan bahwa jiwa yang tidak ekstrem kanan atau kiri (seimbang) pada jiwa rasional akan melahirkan sifat cerdas (al-dzakā’), ketajaman akal (al-ta’aqqul), kecerdasan yang cepat (sur’atul fahm), bersih dalam memahami (ṣafa’al-dhihn), mudah dalam belajar (suhūlah al-ta’allum), dan akurasi memanggil informasi (a-dzikr).
Kajian ini ditutup dengan penjelasan tentang penelitian-penelitian akhlaq yang melibatkan banyaknya komponen akhlak. Kesimpulannya, mempelajari akhlaq secara konseptual bukanlah perkara mudah, karena irisan, aspek, komponen, dan dimensi akhlak sangat kompleks sehingga waktu kajian ini terasa tidak cukup untuk mengkaji akhlak secara keseluruhan. ***

Penulis: Pusat Studi Psikologi Islam/

Senin, 29 April 2019

Pusat Studi Psikologi Islam Menggelar Kajian “Paradigma Profetik sebagai Landasan Psikologi Islam”

Pusat Studi Psikologi Islam Menggelar Kajian “Paradigma Profetik sebagai Landasan Psikologi Islam”

Pusat Studi Psikologi Islam mengawali kegiatan rutinnya di 2019 dengan menggelar kajian tentang pengembangan psikologi Islam. Kajian ini didesain sesistematis mungkin dengan memulai pembahasan terkait landasan atau basis filosofis dalam perkembangan ilmu. Acara ini dihadiri oleh dosen-dosen psikologi UII dengan menghadirkan guru besar Antropologi Budaya, Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra MA., M.Phil., pada Senin, 4 Maret 2019.

Prof. Heddy menuturkan bahwa ilmu pengetahuan di Indonesia kurang dapat berkembang karena pemahaman mengenai paradigm yang kurang baik. Itulah mengapa perkembangan psikologi Islam mengalami beragam kendala, salah satunya disebabkan adanya perbedaan paradigma. Menurutnya, paradigma ialah perspektif, metaphor, atau kerangka pemikiran (yang terdiri dari berbagai unsur, menjadi tataran pemikiran). Dalam kajian ini, Prof. Heddy mengkritik pemikiran Thomas Kuhn terkait pemikiran Kuhn yang kontroversial di buku yang diterbitkan tahun 1962, The Structure of Scientific Revolution, bahwa teori Thomas Kuhn tidak dapat menjelaskan definisi paradigm secara konsisten.

Prof. Heddy memiliki pandangan yang lebih mendetail terkait paradigma. Ia mendefinisikan paradigma mencakup 9 hal, yaitu (1) Asumsi dasar (basic assumptions), (2. Nilai-nilai (values), (3). Model (analogy, perumpamaan), (4). Masalah yang diteliti (problem-problem), (5). Konsep-konsep (concept, keywords), (6). Metode penelitian (method of research), (7). Metode analisis (method of analysis), (8). Teori (theory), serta (9. Representasi (representation).

Dapat ditarik pemahaman bahwa jika asumsi dasar dari sebuah pemikiran itu  berbeda, maka representasinya juga berbeda. Asumsi dasar (anggapan-anggapan) menjadi hal yang terpenting dalam sebuah paradigma. Prof. Heddy mengungkapkan bahwa asumsi atau pandangan yang kita anggap benar belum tentu dianggap benar oleh kelompok lain. Asumsi dasar menjadikan sudut pandang menjadi berbeda. Dengan demikian, tidak perlu berdebat pada level asumsi.

Psikologi Islam yang selama ini didengungkan di berbagai universitas termasuk di Psikologi UII, merujuk pada landasan Islam terutama paradigma profetik. Paradigma profetik ini tidak sepenuhnya diterima oleh semua kalangan karena di luar penganut agama Islam, mereka tidak meyakini asumsi dasar ini. Model pengetahuan Barat sangat menekankan pembahasannya dalam tataran empiris saja, sebaliknya, model perspektif Islam membahas secara paripurna melampaui tataran empiris, yaitu ada prophet (knowledge & servanthood), dan God (the creator of universe). Hal inilah yang membedakan model pengetahuan Barat dengan model pengetahuan perspektif Islam. Model ini berdampak pada nilai-nilai yang dianut, yaitu pada orang Islam pemikiran ini melahirkan penghambaan kepada Allah. Kondisi ini berkebalikan dengan model perkembangan ilmu pengetahuan Barat yang menghamba pada science, dan tidak sampai kepada penciptanya.

Prof. Heddy di akhir kajian menyampaikan bahwa filsafat profetik berusaha mengembalikan ilmu pengetahuan pada asumsi dasar yang seharusnya, yaitu wahyu. Proses perjuangan ini caranya dengan mendasarkan pada “asumsi dasar”. Prof. Heddy menyatakan bahwa filsafat profetik dapat mengakui kedudukan wahyu sebagai pengetahuan dan sumber pengetahuan. Tidak lagi mendikotomi atau mengislamisasi ilmu pengetahuan. Dengan demikian, Nabi dapat dianggap ilmuwan yang ilmu pengetahuannya  bersumber dari Allah swt. Prof. Heddy berharap pemahaman dasar ini dapat menjadi landasan dalam pengembangan psikologi Islam tanpa dibenturkan dengan beragam paradigma psikologi modern yang telah mapan saat ini. ***

Pusat Studi Psikologi Islam/ 5 Maret 2019.