Dalam  rangka meng-gaung-kan konsep Psikologi Islami yang masih sedikit  peminatnya, program Studi Psikologi (Psi) Fakultas Psikologi dan Ilmu  Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) secara khusus  menggelar ‘The 1st National Conference on Islamic Psychology (NCIP) dan  The 1st Inter-Islamic University Conference on Psychology (IIUCP), 27-28  Februari 2015 di Hotel Royal Ambarukmo Yogyakarta. Hadir sebagai  pembicara dalam Konferensi Nasional Psikologi Islami  tersebut  diantaranya adalah Prof. Dr. Anies Baswedan (Menteri Kebudayaan dan  Pendidikan Dasar dan Menengah RI), Prof. Dr. Mahfud MD (Mantan Ketua  Mahkamah Konstitusi RI sekaligus Guru Besar Tata Negara FH UII), Prof.  Dr. Suhartono Taat Putra, dr., MS (Guru Besar Patologi FK. Univ.  Airlangga), Dr. H. Fuad Nashori, M.Si., Psi (Direktur Program Magister  Psikologi Profesi FPSB UII), Drs. Subandi, Ph.D  (Ketua  PP Asosiasi Psikologi Islam-API), dan H. Sus Budiharto, S.Psi., M.Si.,  Psikolog (dosen Prodi Psikologi FPSB UII yang konsen pada penelitian  Profetik Leadership). Secara resmi kegiatan dibuka oleh Wakil Rektor I  UII, Dr. Ing. Ir. Ilya Fajar Maharika, MA, IAI yang sangat mengapresiasi  kegiatan tersebut. 
Dalam  paparannya, Prof. Anies Baswedan menegaskan perlunya membangun karakter  pemimpin yang didasarkan pada sifat kepemimpinan kenabian, seperti  sidik, amanah, tabligh dan fathanah. Dari sifat kepemimpinan tersebut,  saat ini yang perlu ditekankan untuk didorong adalah sifat amanah. Hal  ini penting dalam rangka memunculkan kembali kepercayaan antar  masyarakat maupun masyarakat dengan pemimpin (pemerintah). 
“Indonesia  membutuhkan ikhtiar serius untuk melakukan pengembalian kepercayaan di  masyarakat kita. Dan ini hanya bisa dilakukan dengan berame-rame dan  jika ada kepemimpinan yang dipercaya. Maka saat ini yang mendasar untuk  dimunculkan di Indonesia dari kita semua adalah AMANAH. Trust  (kepercayaan) itu mungkin bisa dimunculkan dan rasanya bisa dibangun”,  ungkapnya.
Lebih jauh, inspirator ‘Indonesia Mengajar’ tersebut memberikan rumusan simpel dalam membangun kepercayaan, yakni : 
Trust=Competence+Integrity+Intimacy (kedekatan)-Self Interest. 
“Kepemimpinan  yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang bisa dipercaya. Seorang  pemimpin dia harus mempunyai follower (pengikut) yang hadir karena apa  yang dikatakan dan diperbuat oleh pemimpin tersebut dipercaya. Ini hal  yang paling penting untuk di dorong. Diantara keduanya haruslah ada trust.  Maka seorang leader mendapat kepercayaan dari followernya untuk membuat  sebuah keputusan/kebijakan. Akan tetapi jika dalam perjalanannya ada  kebijakan yang salah, maka trust  itu bisa ditarik dan diberikan kepada orang lain. Mengelola trust itu  dibutuhkan leadership dan followership. Leader tidak akan pernah ada  tanpa adanya follower. Beri waktu (kepada leader) untuk membuat sebuah  kebijakan/langkah. Tidak ada sebuah langkah yang selalu bisa dinilai  saat itu juga. Ini sering sekali dalam konteks keseharian kita dimana  kita sering menilai seakan-akan menilai hanya dalam frame saat ini saja.  Maka saya sering mengatakan bahwa saya dalam banyak hal tidak khawatir  dengan opini hari ini, tapi khawatir dengan opini para sejarawan masa  depan. Krn mrk akan membaca peristiwa hari ini dalam konteks waktu dan  lebih jernih dalam memasukan seluruh faktor”, tambahnya. 
Di  akhir paparannya, Prof. Anies berharap agar ke depan akan ada proses  penumbuhan kedewasaan di Indonesia, baik dalam memunculkan bibit-2  leadershipnya maupun kepemimpinan untuk memunculkan kesadaran  followershipnya.
Sementara  Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Mahfud MD dalam kesempatan tersebut  mengkritisi kepemimpinan saat ini yang dianggap gagal, khususnya dalam  pemberantasan korupsi dan penegakan hukum. Menurutnya, sampai sekarang  proses penegakan hukum tersebut ada kemungkinan mundur total, sementara  jual beli kasus masih marak terjadi. Hal tersebut tidak terjadi di jaman  rasul karena rasul menegakan hukum dengan benar. Indonesia harus  belajar untuk ini. 
Beliau  juga menambahkan tentang kriteria seorang pemimpin yang baik, seperti  beriman, berani dan bersih. Ketiganya merupakan paket yang tidak bisa  dipisahkan. Di Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki warisan  konsep kepemimpinan dari nenek moyang yang sangat baik dan sama dengan  yang diajarkan oleh Islam yang disebut sebagai Hasta Brata yakni, ‘surya  (matahari-ketegasan), candra (rembulan-lambang empati), kartika  (bintang-memberi arah), buwana (bumi-konsisten), angkasa (lapang-terbuka  terhadap kritik, masukan, informasi), bayu (angin-selalu menyejukan),  banyu (air-menyuburkan/memberi harapan), geni (api-ketegasan dalam  mengakan hukum). “intinya adalah itu, tapi yang terpenting adalah memang  revolusi mental”, tandasnya. 
Materi  kepemimpinan kenabian secara lebih detil disampaikan oleh H. Sus  Budiharto, S.Psi., M.Si., Psikolog yang menyampaikan hasil penelitiannya  yang sudah dirintis sejak tahun 2006 silam.  Menurutnya  seorang pemimpin harus terlebih dahulu bisa memimpin dirinya sendiri,  baru memimpin orang lain untuk mencapai tujuannya di dunia dan di  akhirat dengan meneladani kepemimpinan para nabi.
Di  sesi kedua, Prof. Suhartono Taat Putra menyampaikan paparan tentang  peran Islam terhadap perubahan psikoneuroimunologis yang dimulai dengan  bahasan tentang agama (konsepsi, persepsi, emperi), moral-akhlak,  kecerdasan otak sehat, perilaku yang berkepribadian dan berkebudayaan,  komposisi tubuh manusia, gaya hidup sehat, dan terapi sel panca.  
Perkembangan  penerapan Psikologi Islami menjadi kajian berikutnya yang disampaikan  oleh ketua Asosiasi Psikologi Islami (API), Drs. Subandi yang disusul  kemudian dengan  paparan dari Dr. H. Fuad Nashori tentang Intervensi Psikologi Islami. 
Pada  hari kedua, selain menggelar presentasi ‘call for paper’ bertema  ‘Psikologi Islam Menjawab Problematika Integritas, Kepemimpinan dan  Kesejahteraan’, Prodi Psikologi juga menggelar workshop ‘Islamic  Motivation Training’ yang diampu oleh Dr. Bagus Riyono, MA.