Kuliah Praktisi : Menggali Neurosains dalam Dinamika Belajar

Yogyakarta, 3 Oktober 2025 – Program Studi Psikologi Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menghadirkan kuliah praktisi dengan topik menarik seputar keterkaitan antara otak manusia dan pengalaman belajar. Kuliah ini disampaikan oleh Assoc. Prof. dr. Rizki Edmi Edison, Ph.D, seorang pakar neurosains dari Neuroscience Institute – Universitas Prima Indonesia sekaligus Institute for Leadership, Innovation and Advancement – Universiti Brunei Darussalam, yang dalam kesempatan tersebut menekankan pentingnya memahami bagaimana proses neural berhubungan erat dengan dinamika psikologi pendidikan.

Dalam pemaparannya, Dr. Rizki Edmi menjelaskan bahwa psikologi pendidikan berusaha memahami bagaimana individu belajar, berpikir, dan berkembang dalam berbagai konteks. Sementara itu, perkembangan neurosains telah memperkaya pemahaman psikologi, khususnya mengenai bagaimana otak mengatur koordinasi gerakan, bahasa, hingga proses berpikir yang kompleks. Ia meluruskan salah kaprah populer mengenai “otak kiri dominan atau otak kanan dominan” yang selama ini banyak beredar dengan menegaskan bahwa konsep tersebut adalah hoax. 

“Dominasi otak kiri atau kanan hanyalah mitos. Faktanya, kedua belahan otak selalu bekerja secara terintegrasi,” tegasnya.

Menariknya, kuliah ini juga menyinggung respons dasar manusia seperti fight or flight yang masih relevan hingga kini, serta bagaimana komunikasi digital, misalnya lewat WhatsApp, seringkali hanya menampilkan aspek verbal, padahal otak kanan dan kiri sejatinya saling bekerja dalam memahami makna.

Topik lain yang mendapat perhatian besar adalah fenomena cognitive death akibat penggunaan AI yang berlebihan. Menurut Dr. Rizki, otak manusia berpotensi kehilangan kedalaman berpikir apabila seluruh proses belajar digantikan oleh kecerdasan buatan. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk tetap melatih keterampilan kognitif, termasuk dengan teknik belajar yang efektif. Ia menekankan, “Tanda kita paham adalah bisa menyederhanakan kalimat.”

Dr. Rizki juga menyinggung keterkaitan erat antara memori dan emosi. Menurutnya, “Sesuatu bisa lebih mudah diingat ketika ada emosi di dalamnya.” Hal ini sekaligus menegaskan perbedaan mendasar antara manusia dan kecerdasan buatan, karena AI tidak melibatkan emosi dalam prosesnya.

Suasana kuliah semakin hidup dengan keaktifan partisipasi mahasiswa. Audiens tampak sangat tertarik, aktif mengajukan pertanyaan, dan menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap topik yang dibahas. Antusiasme terlihat dari bagaimana mahasiswa berdiskusi mengenai fenomena fight or flight, penggunaan AI yang berlebihan hingga memunculkan cognitive death, serta strategi belajar efektif seperti Pomodoro technique, Feynman technique, dan time blocking. Narasumber pun dengan sabar menanggapi setiap pertanyaan sehingga tercipta interaksi dua arah.

Selain diskusi, banyak mahasiswa mengungkapkan rasa kagum sekaligus mendapatkan motivasi baru setelah mendengar langsung pemaparan dari pakar yang telah berpengalaman di kancah internasional. Beberapa di antaranya bahkan menyampaikan bahwa kesempatan ini memberikan perspektif berbeda tentang bagaimana ilmu psikologi dapat dipadukan dengan neurosains untuk memahami manusia..

Kuliah praktisi ini memberikan pemahaman bahwa proses belajar bukan hanya soal transfer pengetahuan, melainkan juga interaksi kompleks antara otak, emosi, dan pengalaman. Melalui kegiatan ini, mahasiswa diharapkan dapat semakin memahami pentingnya menerapkan strategi belajar yang tepat serta menyadari bagaimana pendidikan berkontribusi dalam membentuk struktur neural sekaligus perkembangan diri.

Author : Aisha Dalta Lena Fereda