Kolokium Layanan Psikolog di Puskesmas Prodi Psikologi FPSB UII

{mosimage}Keberadaan layanan jasa Psikolog di setiap Puskesmas memang sudah menjadi suatu keharusan di jaman sekarang. Problematika hidup yang semakin komplek jelas menjadi salah satu pemicu banyaknya kasus gangguang kejiwaan di kalangan masyarakat, utamanya di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah yang hanya mampu mengakses layanan kesehatan setingkat Puskesmas. Kompleksitas permasalahan kejiwaan di lapangan (baca : puskesmas) jelas membutuhkan pendekatan khusus untuk menyelesaikannya.

 Oleh karena, guna memberikan sedikit gambaran mengenai program layanan Psikolog di Puskesmas, secara khusus Departemen Psikologi Klinis Prodi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia menyelenggarakan kolokium bertema “Program Pelayanan Psikolog di Puskesmas”, Kamis, 6 Desember 2012 dengan menghadirkan salah satu Psikolog Puskesmas Gamping 1 Sleman, Amalia Rahmadani, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Menurut Amalia Rahmadani, tugas seorang psikolog puskesmas secara garis besar (di dalam dan di luar gedung) adalah melakukan kegiatan/program promotif dan preventif, program kuratif serta program rehabilitatif. Untuk progam promotif dan preventif bisa dilakukan dalam bentuk penyuluhan di sekolah-sekolah, di masyarakat (karang taruna, PKK, posyandu, dll), lintas sektoral, pelatihan kader, serta skrining kesehatan jiwa (sekolah dan kader). Sedangkan tugas kuratif bisa berupa konseling dan psikoterapi baik di dalam maupun di luar Puskesmas (sekolah atau posyandu), seperti: kegiatan asesmen, penegakan diagnosis, perkiraan prognosis, konseling psikoterapi individu, keluarga, maupun kelompok. Bisa juga dilakukan melalui tes psikologi (tes masuk sekolah, tes bakat-minat, tes potensi karir, tes utk siswa ABK). Untuk program rhabilitatifnya bisa dilakukan dengan cara memberikan pendampingan pasien, melakukan monitoring dan evaluasi, merencanakan tindak lanjut/rekomendasi/rujukan, melakukan kunjungan ke rumah pasien, mengadakan family gathering, konseling kelompok, FGD maupun koordinasi lintas sektoral.

Selain itu, Psikolog Puskesmas juga melayani program paket konseling & deteksi risiko masalah psikososial, seperti pemeriksaan calon pengantin, pemeriksaan calon jamaah haji, deteksi tumbuh kembang balita, maupun pemeriksaan psikologis untuk keterangan sehat. Sepintas Amalia juga menyampaikan mengenai penanganan tematik, seperti tumbuh kembang anak, ibu hamil, kesehatan reproduksi remaja & infeksi menular seksual, napza: berhenti merokok, kekerasan dalam rumah tangga, korban bencana, penderita HIV/AIDS, keluarga dengan gangguan jiwa, serta difabel.

Amalia menambahkan bahwa seorang Psikolog Puskesmas harus bisa melakukan pendekatan yang terbaik kepada pasien. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan yang sesuai dengan persepsi pasien itu sendiri. Ini terkait dengan masih adanya masyarakat yang enggan dianggap mengalami ‘gangguan jiwa’ ataupun dianggap ‘stres’.

Selain tugas pokok seorang Psikolog Puskesmas juga memiliki tugas penunjang, seperti pembuatan media promosi (leaflet, mading, materi penyuluhan/ pelatihan, modul pelatihan), melakukan siaran radio, melakukan tes inteligensi dan tes kepribadian, menjadi saksi ahli, mau memperkaya keilmuan melalui seminar, pelatihan, lokakarya, workshop, dan lain-lain. Sedangkan tugas tambahannya adalah melakukan dan melaporkan survey kepuasan pelanggan internal serta melakukan pembinaan SDM karyawan Puskesmas.

Secara administratif, psikolog puskesmas juga diminta membuat laporan hasil pemeriksaan psikologis, membuat register konseling individu, keluarga, kelompok, membuat laporan kegiatan promosi kesehatan (penyuluhan, skrining, pelatihan) dan mampu mengelola Sistem Informasi Kesehatan Mental- Online (SIKM – Online), mengelola data konseling individu, data absensi, data promosi kesehatan serta laporan kunjungan

Kepada para peserta kolokium Amalia berpesan untuk sering berlatih melakukan intervensi dengan memanfaatkan teman dekat sebagai subjeknya, seperti mendengarkan curhatan misalnya. Dengan semakin banyaknya latihan yang dilakukan, Amalia berkeyakinan bahwa suatu saat sangat membantu peserta kolokium dalam melakukan intervensi psikologi yang tepat saat peserta sudah menjadi seorang psikolog atau bahkan bertugas sebagai psikolog di sebuah puskesmas.