DAISY #4 : Ketika Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan Bersinggungan

Ketika Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan Bersinggungan

 

Melihat kembali pada sejarah, ada masa dimana Islam memegang pusat kendali ilmu pengetahuan. Di masa kejayaan tersebut ilmu agama berjalan beriringan dengan berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti kedokteran, filsafat, sains dan ilmu bumi. Sebutlah konsep jiwa menurut pandangan Al-Ghazali yang menjadi acuan dari banyak psikolog barat. Namun, sejak runtuhnya Turki Usmani pada tahun 1923, pusat kendali ini bergerak menuju dunia barat. Mereka terus melakukan ekspansi dan membuat banyak gebrakan di berbagai bidang dengan penelitian serta penemuan di berbagai bidang, terutama dengan adanya teori evolusi Darwin. Seiring berjalannya waktu penyebaran sekulerisme semakin menyebar dan memunculkan sebuah stigma bahwa ilmu agama dan ilmu pengetahuan adalah dua bidang yang memiliki jalur sendiri, tidak boleh bersinggungan apalagi dicampur adukkan.  Kenyataannya ilmu agama dan ilmu pengetahuan adalah dua sudut yang saling terhubung. Bagaimanapun berkembangnya Ilmu pengetahuan, ia tidak bisa dilepas dari satu dasar yaitu Tauhid. Dalam islam, segala pengetahuan di dunia ini tidak boleh mengingkari konsep ke-tauhidan. Sebab kembali pada konsep dasar bahwa akal dan pengetahuan manusia datangnya atas seizin Allah Swt.

 

Terjadinya perbedaan pola pikir ini memunculkan banyak perdebatan antara pada ilmuwan dan intelek di abad ke-21 ini. Terutama pada muslim muncul rasa bimbang dan keraguan, ini tidak bisa dilepas dari pola pikir sekulerisme yang terus di sebarkan bangsa barat. Seakan lupa tugasnya sebagai muslim, banyak yang memilih ambil jalur aman dengan mengabaikan pengaruh ilmu agama pada setiap bidang pengetahuan. Tanpa disadari mereka turut menerima penyebaran sekulerisme dan semakin menjauhkan kedua ilmu tersebut.

Meskipun demikian, Banyak diantara pendiri bangsa sudah menyadari hal tersebut sejak zaman perjuangan kemerdekaan, untuk menyikapinya para pendiri bangsa mulai membangun sekolah bernuansa dan berlandaskan islam. Gerakan ini juga mendapat sambutan hangat dari alim ulama, mereka turut serta dalam membangun kembali semangat belajar agama bagi masyarakat yang saat itu mulai jauh dari ilmu agama. Sehingga sekolah-sekolah agama mulai dibangun, kurikulum pengajaran mulai disusun, lalu pada akhirnya beberapa pendiri bangsa membangun sekolah tinggi islam (yang nantinya akan berganti nama menjadi Universitas Islam Indonesia).

 

Universitas Islam Indonesia terus berusaha melanjutkan cita-cita para pendirinya, baik dalam bentuk formal dan pelaksanaannya yang terus diperkuat. Contohnya Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya yang membuat rancangan kegiatan mahasiswa seperti PNDI dan Taklim berbasis keilmuan agama. Tidak hanya pada mahasiswa, para dosen di Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya juga terus meningkatkan kualitas kurikulum dan staff pengajar yang memiliki basis pengetahuan ilmu agama. Selain kegiatan-kegiatan di atas, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya juga menerbitkan buku yang berjudul “Ilmu Sosial dan Humaniora dalam Perspektif Islam”. Buku ini bertujuan untuk mengembalikan posisi ilmu agama pada ilmu yang dekat dengan manusia (ilmu sosial dan humaniora). Meski pada realitanya masih ada beberapa kekurangan, namun Universitas Islam Indonesia khususnya Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya terus berupaya memperbaiki dan mensukseskan cita-citanya.

 

Semua usaha dan kerja keras UII ini menunjukkan tindakan mereka dalam mengambil peran untuk meluruskan pola pikir yang mengesampingkan ilmu agama. Namun, apakah tepat jika hanya institusi saja yang bergerak mengembalikan ilmu agama dan ilmu pengetahuan kembali berjalan bersisian? Jawabannya adalah tidak.

 

Hariz Enggar Wijaya, S.Psi., M.Psi., Psi. (salah satu penulis buku ilmu sosial dan humaniora) menyebutkan bahwa mengembalikan posisi ilmu agama sebagaimana mestinya adalah tanggung jawab seluruh umat muslim. Memperjuangkan ini bersifat fardhu ain untuk setiap umat muslim. Dengan demikian, usaha yang dilakukan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya saat ini tidak akan lengkap jika para mahasiswa tidak turut andil dalam perjuangan ini.

Penulis : Marcel Daffa Kusuma & Tsurayya Kamilah Suregar