Kolokium Departemen Psikologi Klinis Prodi Psikologi FPSB

Untuk memberikan gambaran tentang peran psikolog puskesmas dalam menangani korban bencana alam, Prodi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia secara khusus menggelar kolokium berjudul “Peran Psikolog Puskesmas dalam Penanganan Kesehatan Mental Masyarakat Paska Bencana Melalui Pendekatan Komunitas”, Selasa, 25 Maret 2014 dengan menghadirkan Titi Pratiwi Widayaningsih, S.Psi., Psikolog sebagai pembicara. Hadir sebagai moderator adalah M. Novvaliant Filsuf Tasaufi, S.Psi., M.Psi

Menurut Psikolog Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) Turi Sleman tersebut secara umum seorang psikolog (di Puskesmas) mempunyai beberapa tugas penting, seperti melakukan promosi , prevensi, kurasi, dan rehabilitasi. Kegiatan Promosi sendiri lebih terkait erat dengan upaya-upaya dalam mempertahankan dan meningkatkan kesehatan dan atau kesejahteraan psikologis seseorang atau kelompok masyarakat. Untuk tugas Prevensi yang dimaksud adalah memberikan pelayanan psikologi klinis yang meliputi upaya-upaya pencegahan atau meminimalkan kemungkinan timbulnya permasalahan atau gangguan psikologis baik di tingkat individual maupun masyarakat. Sementara Kurasi adalah pelayanan psikologis berupa intervensi psikologis atau psikoterapi yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan atau gangguan psikologis yang sedang dialami oleh indivuaal atau kelompok masyarakat. Sedangkan tugas Rehabilitasi merupakan pemberian layanan psikologis klinis meliputi upaya-upaya pemulihan kembali fungsi psikologis klien individu ataupun kelompok setelah pulih dari permasalahan/gangguan psikologis dan menyiapkan untuk berfungsi kembali ke masyarakat. Secara garis besar menurutnya penanganan pasien (utamanya korban bencana erupsi Merapi 2010 lalu) dilakukan melalui dua pendekatan, yakni pendekatan secara individu dan secara komunitas.

Pendekatan secara individual efektif dilakukan terhadap jumlah korban yang tidak banyak. Namun apabila jumlah korbannya sangat banyak, maka pendekatan komunitas jauh lebih efektif karena penekanan pendekatan komunitas secara spesifik memang lebih kepada dukungan sosial dan bukan perubahan individu. Contoh yang pernah dilakukan adalah saat memberikan psikoedukasi bagi para pamong desa/tokoh masyarakat. “Psikoedukasi tersebut dimaksudkan untuk menambah wawasan tantang kesehatan mental yang nantinya akan berguna bagi diri sendiri dan masyarakat. Para tokoh masyarakat juga diharapkan mampu melakukan screening terhadap masyarakat yang mengalami gangguan jiwa, mampu memotivasi warganya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa bila mengalami gejala psikologis, serta mempu membangun sistem pelayanan kesehatan yang terpadu termasuk dalam pengkondisian lingkungan untuk proses rehabilitasi masyarakat dengan gangguan jiwa”, ungkapnya.

“PR kita ke depan adalah intervensi terhadap bencana teknologi yang memilik banyak dampak, seperti kekerasan seksual, pornografi, kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan, perkawinan dini dan lain sebagainya”, pungkasnya.